OTOMOTIFNET - Suzuki Satria FU150 ini pernah berjaya di Monas (Jakpus), Pondok Indah (Jaksel), Bintaro (Jaksel), Kebon Nanas (Kebayoran Lama) dan sebagainya?
Dulu grafisnya merah putih jawara ‘trek malam hari’?
Sekarang dah ganti penampilan lewat permainan cutting stickernya Nineworks Graphic di daerah Tanah Kusir, Jaksel. Pemilik motor ini Reza Tofani yang juga berdomisili di Tanah Kusir, Jaksel.
Hyper underbond Reza itu udah banyak mempecundangi Honda CBR korekan, bebek bore-up, Yamaha RX-King, Scorpio atau motor setipe (Satria FU).
Kadang juga suka tarung sama Kawasaki Ninja 250R.
Malah lari motor ini pernah diukur pakai Vericom milik AHRS oleh rekannya dari Bandung, catatan waktu buat menempuh jarak 201 meter hanya butuh 7,2 detik.
Makanya wajar bila di kalangan speedgoers, motor ini dijuluki ‘Satria Setan’ atau ‘Satria Siluman. Wekkss..!?
Oh ya, Reza juga suka iseng menantang jagoan balap malam di Jakarta dan sekitarnya. Lawannya kebanyakan mengusung korekan mesin full spek.
Namun bisa ia taklukkan, lalu setelah itu menghilang tanpa jejak. Tanpa si lawan tahu siapa pemilik motor dan seperti apa oprekan mesinnya.
Tampang, si Setan Siluman tak menandakan kalo ini motor kencang. “Karena gak ada yang istimewa dari tampilannya. Kayak motor standar aja. Bodi masih bawaan pabrik. Hanya setang jepitnya diganti Ride It dan pakai foot step R Pro,” urai Reza. Plus knalpot free flow hasil custom antara produk HMF (header) dan DBS (silencer).
Tapi kalau dibedah daleman mesinnya, baru deh ketahuan belangnya, eh, keistimewaannya. Ternyata kapasitas dapur pacunya sudah tidak perawan lagi, Cuy! Menurut Reza, piston pakai punya Yamaha Scorpio berdiamter 72 mm (standar Satria FU 62 mm). Lalu pin kruk as diganti yang beroffset 2 mm, atau tenar disebut pin stroker.
Alhasil langkah piston yang semula hanya 48,8 mm (standar), melonjak jadi 52,8 (naik 4 mm). Nah, kalau dihitung pakai rumus volume silinder, artinya kapasitas mesin sekarang jadi 214,8 cc. Weleh..weleh..!
Namun agar pucuk piston tidak menghajar kepala silinder lantaran strokenya naik, paking blok silinder bagian bawah diganti yang pakai yang tebal 2 mm.
Oh iya, masih kata Reza, dengan pemakaian piston berdiameter besar, mau tak mau boring standar kudu diganti yang lebih gede.
“Gue pakai liner mobil diesel, Taft. Tapi konstruksinya gue ubah sedikit menganut semacam nat pada ujung atas maupun bawah. Tujuannya agar liner tak mudah miring atau melintir,” papar pria kelahiran 35 tahun yang lalu ini.
Usai dibore-up dan distroke up, bagian kubah silinder ditata ulang. Diameter kubah diperlebar menyesuaikan diameter piston. Lalu skuis dibikin jadi 13º.
Sementara head sengaja tak dipapas lantaran menimbang motor masih buat harian dan kerap diajak turing ke luar kota.
“Kompresi gak mau terlalu tinggi. Biar masih bisa pakai Pertamax campur Premium. Tapi kalau untuk balapan gue pakainya Pertamax Plus,” tukas Reza.
Untuk membesarkan pasokan campuran gas ke ruang bakar, Reza menukar karburator standar pakai PE28.
Spuyernya disetting ulang dengan memperbesar ukuran pilot jet 5 step dari standar bawaan PE28, yakni 55. Sedang main jet dibiarkan pakai standar PE, yaitu 155.
Sebelumnya, saluran masuk diporting polish kurang lebih 1 mm. Sementara lubang buangnya diperbesar pada bagian yang mengarah klep, sehingga bentuknya jadi agak menirus.
Tak cukup sampai di situ, noken as diganti berdurasi tinggi lansiran Kawahara.
“Gue pakai yang durasi 280º. Trus, shimnya diganti dengan settingan clearance klep in jadi 0,20 mm, sedang outnya 0,30 biar putaran mesin bisa lebih tinggi,” papar Reza.
Data Modifikasi
Piston: Yamaha Scorpio (72 mm)
Pin stoker: 2 mm
Boring: Taft diesel
Bore x stroke: 72 x 52,8 mm
Kapasitas sekarang: 214,8 cc
Noken as: Kawahara, durasi 280º
Clearance klep in/out : 0,20 & 0,30 mm
Per klep: Standar diganjal ring 2 mm
Karburator: Keihin PE 28
Pilot jet: 55
Main jet: Standar PE (155)
Knalpot: Silencer DBS
CDI: BRT Dual Band kurva TR
Kampas kopling: Daytona
Per kopling: Ellios
Bahan bakar: Pertamax Plus
Foot step: R Pro
Setang jepit: Ride It
Penulis/Foto: DiC / Andhika
Editor | : | Editor |
KOMENTAR