Begini maksudnya. Edukasi konsumen soal teknologi keselamatan mobil tidak sekedar fungsinya saja, tapi juga biaya riset, pembuatan, sampai penyematan yang otomatis akan meningkatkan harga jual mobil secara keseluruhan. Seharusnya, tidak ada kompromi soal ini.
Namanya konsumen, disodorkan harga yang lebih murah, pasti melirik yang lebih murah dong. Dengan mobil yang sama, tak apalah mereka berkompromi dengan adanya pemangkasan fitur keselamatan.
Suzuki misalnya, sempat tidak menyematkan rem ABS dan EBD pada New Ertiga. Dikatakan hanya sebagai strategi varian tipe. Bayangkan, fitur keselamatan hanya dijadikan permainan 'marketing' yang sampai mempengaruhi strategi product planning.
Atau Toyota yang justru memprediksi tipe menengah dari All New Fortuner yang bakal laris, karena harganya lebih terjangkau. Lumayan lah ada dua airbag, meski sebenarnya ada 7 airbag yang terpasang pada All New Fortuner.
Konsumen yang sudah kadung jatuh hati pada satu mobil, dipaksa untuk tetap membeli mobil tersebut dengan budget yang sesuai dengan kemampuan. Hasilnya, ya jangan harap dapat tipe tertinggi yang lengkap fitur keselamatannya.
Tapi namanya mobil baru ya senang-senang saja. Seolah melupakan pentingnya fitur keselamatan pada mobil. Kecelakaan yang makin sering pun bisa jadi disebabkan karena kurangnya edukasi pada konsumen dari pabrikan.
Tidak semua konsumen tau kalau mobilnya itu aman. Mereka hanya tau, berdasarkan brosur, iklan, bahkan beberapa pemberitaan di media, mobil ini atau mobil itu punya segudang fitur keselamatan yang mumpuni dan canggih.
Faktanya? Segudang fitur keselamatan tersebut hanya terdapat pada tipe tertinggi sekaligus termahal pada sebuah mobil. Mau bagaimana lagi? Uang pas-pasan, ya sudah tipe dibawahnya saja. Tak apa tanpa rem ABS dan EBD, tak apa tanpa airbag sampai 7 buah, yang penting punya mobil baru.
Editor | : | Bagja |
KOMENTAR