Pengaturan jok dan setir untungnya komplit, full elektrik dan dengan auto recall saat dinyalakan, sedagkan tempat memory seat cukup aneh di dekat cup holder door trim.
Sayang, posisi duduk setelah diatur paling rendah pun masih tergolong tinggi. Hal ini karena pengemudi dan penumpang depan harus duduk di atas fuel cell stack yang nantinya akan menyuplai listrik ke motor.
Seperti ‘green cars’ Toyota lainnya, menyalakan mesin, atau bisa dikatakan mengaktifkan sistem elektronik mobil cukup tekan tombol biru di kanan setir. Seperti semua mobil listrik pun, hanya layar-layar yang menyala, tanpa adanya suara bensin dan udara terkompresi yang meledak-ledak khas mobil konvensional.
Seperti Prius, memindahkan tuas transmisi ekstra-kecil terasa seperti seharusnya dilakukan oleh tangan balita. Mobil langsung glides-in ala seamless drive, sama sekali tanpa suara.
Ketika berakselerasi dengan halus seperti ini, motor listrik bertenaga 152 dk di depan hanya digerakkan oleh baterai di belakang.
Kami suka rasanya. Seperti menonton film kartun di masa lampau ketika menunjukkan masa depan dengan suara mobil tenang yang hanya diikuti sedikit siulan motor listrik.
Keunggulan yang beda dengan hybrid, yang mesin bensinnya akan take over ketika pedal gas diinjak lebih dalam, Mirai hanya akan melaju instan dan sunyi dengan motor listrik tersebut dalam mode selalu EV-nya.
Berhubung ada di trek “Short Circuit” di Fuji Speedway, Jepang, tenaga hanya 152 dk pun tidak jadi alasan mengapa Mirai tidak kami uji seperti RC300h yang baru saja kami tes.
Saat mengambil racing line ketika menikung, cukup mengejutkan body roll sangat sedikit untuk mobil yang terlihat seperti over-charismatic hatchback, meski feeling setir yang tidak terlalu ringan terasa sintetik.
Tidak sabar ingin merasakan keunggulan torsi instan, tikungan selanjutnya coba kami kickdown pedal gas.
Well, what do you know? Ban depan seketika spin seketika dan dihentikan oleh VSC (Vehicle Stability Control), membuktikan betapa dashyatnya ooomph dari motor listrik ketika dibutuhkan.
Ketika berakselerasi cepat, fuel cell stack menggantikan kerja baterai untuk mentenagai motor.
Berbicara cepat, mencapai angka 90 km/jam dari 30 km/jam terasa sangat fantastis meski belum bisa kami ukur, seakan mobil ini lebih kuat dari yang seharusnya. Sayang, setelah itu tenaganya seperti habis, khas mobil listrik.
Catatan kecil, beda dengan Tesla Model S yang pernah kami coba, suara ketika berakselerasi penuh justru bukan seperti motor berputar kencang, justru sedikit terasa ingin menirukan suara mobil konvensional, namun terdengar cenderung aneh.
Dengan masih adanya kekurangan-kekurangan di atas, apakah Mirai pantas memegang price tag 5 juta Yen setelah subsidi?
Ketika kelangsungan dunia lah yang jadi faktor pertimbangan, klaim jarak tempuh 650 km dan waktu pengisian ulang bahan bakar layaknya mesin bensin konvensional, we say the future is already here.
Editor | : | Fransiscus Rosano |
KOMENTAR