Arena Kemayoran tergolong sirkuit pendek, makanya tenaga benar-benar keluar baru pada rpm 6.000.
Bandingkan dengan Sentul yang baru melesat di pada 8.000 rpm.
Kondisi ini cukup merepotkan lantaran memaksa sering bermain setengah kopling
untuk mencapai putaran segitu.
Akibatnya, kampas kopling sering terbakar.
"Sampai babak semifinal, sudah makan dua kampas kopling," ujar Hendri saat balapan waktu itu.
Iya lah, bagaimana tidak bertenaga bila perbandingan kompresinya mencapai 7,1 : 1, sementara racikan motor sebelumnya 6,9.
Selain lubang silinder blok dibesarkan, Chandra percaya, rancangan aliran udara berperan besar.
Mirip sistem turbo, dibuatkan corong udara ke kotak saringan udara.
Dari situ, kotak dipasangi dua nipel; satu ke manifold, satunya ke tangki bensin dengan sebelumnya melewati kotak udara kedua.
Sehingga, baik dari karburator maupun tangki, bensin di dorong udara.
Pokoknya, sebelum mencapai 13.500 rpm, tenaga motor berkarburator Keihin 24 mm itu masih ada.
(BACA JUGA: Bilang Padanya, Yang Berat Bukan Rindu, Tapi Nye-tart CB Mesin Tiger, Ini Penyebabnya)
Tuh, sektor motor balapnya dari sisi mesin memang sangat bertenaga.
Bagaimana dengan ridernya?
Untuk 'meluruskan' mana yang lebih berperan pada kemenangan Hendri yang sempat menyandang gelar Dewa Road Race ini, OTOMOTIF berkesempatan menjajal motor racikan Jepang itu di arena yang sama, sehari setelah lomba.
Setting mesin dan sproket dibiarkan seperti ketika digeber Hendri.
Sekurangnya perlu dua lap membiasakan diri dengan posisi duduk dan memindah persneling yang semuanya dicungkil.
Kepakeman rem dan semua perangkat dicoba, sekalian menghafal sirkuit.
Masuk putaran ketiga, gaya Hendri berbelok ke kanan setelah garis start coba dipraktikkan.
Ternyata tak gampang merebahkan motor sembari pertahankan putaran mesin sekitar 7.000 rpm pada gigi 3.
Kesimpulan dari kilas balik motor underbone 2-Tak ini, motor dan pembalapnya sama-sama hebat.
Editor | : | Joni Lono Mulia |
Sumber | : | OTOMOTIF,GridOto.com |
KOMENTAR