Maklum saja jarak mainnya memang panjang banget, depan 204 mm dan belakang 219 mm.
Sehingga ketika melintas di daerah Rumpin, yang mana jalan betonnya hancur akibat dilindas truk pengangkut batu pun rasanya tetap nyaman, karena badan enggak terguncang.
Jadi motor serasa tetap jalan lurus, yang main naik turun kedua rodanya.
Dan kendati ban yang terpasang masih lebih cocok buat jalan aspal, gripnya tetap mumpuni enggak terasa licin.
Tapi kalau di trek tanah tebal sih pasti nyerah, baiknya ganti optional yang memang untuk medan tanah.
Oiya suspensi depan pada unit yang dites model fix, sedang belakang bisa disetel pre-load dan rebound secara manual.
Namun yang akan masuk Indonesia menurut Joe pakai Dynamic ESA, alias suspensi elektronik semiotomatis yang bisa menyesuaikan kondisi jalan layaknya varian R 1200 GS.
Bagaimana handlingnya?
(BACA JUGA: Test Ride BMW R Nine T Scrambler, Performa Di Balik Rp 600 Jutaan)
Nah ini juga istimewa, nurut banget dan terasa ringan, padahal bobot basahnya mencapai 229 kg!
Menurut Joe salah satu sebabnya dari rancangan sasis baru dan pemindahan tangki bensin.
“Kalau F 800 GS tangki di tengah di bawah jok, kalau F 850 GS pindah ke depan, jadi distribusi bobot lebih bagus,” terangnya.
Dengan ukuran ban depan sempit, cuma 90/90-21 juga menyumbang feeling pengendalian terasa ringan.
Kelincahan juga ditunjang sudut belok setang yang lebar, jadi walaupun wheelbase mencapai 1.593 mm, namun radius putarnya termasuk sempit, pas banget ketika blusukan dan butuh belok di sudut sempit.
Sementara roda belakang pakai ukuran 150/70R17 layaknya motor adventure.
Cuma dengan ukuran ban sempit, memang jadi kekurangan saat melibas jalan aspal mulus dan mesti menikung kencang.
Rebah belum terlalu ekstrem grip ban jadi sudah habis!
Dan dengan suspensi yang sangat empuk, ngebut di jalan bergelombang jadi terasa diayun-ayun.
Maklum sih, karena dunianya memang lebih buat jalan gravel atau tanah, bukan untuk kebut-kebutan.
Editor | : | Iday |
KOMENTAR