Baca berita tanpa iklan. Gabung Gridoto.com+

Masa Depan Cerah, Sembilan Perusahaan Siap Terlibat Produksi Baterai Mobil Listrik

Harryt MR - Selasa, 29 Juni 2021 | 23:50 WIB
(Ilustrasi) Proses pembuatan baterai mobil listrik Nissan Leaf
usa.nissannews.com
(Ilustrasi) Proses pembuatan baterai mobil listrik Nissan Leaf

Otomotifnet.com - Saat ini, di tanah air sudah terdapat sembilan perusahaan yang bakal terlibat di industri baterai mobil listrik.

Diantaranya lima perusahaan sebagai penyedia bahan baku. Yakni nikel murni, kobalt murni, nikel ferro, dan endapan hidroksida campuran.

Kemudian, keempat perusahaan lainnya adalah produsen baterai.

“Dengan demikian, Indonesia mampu mendukung rantai pasokan baterai mulai dari bahan baku, kilang, manufaktur sel baterai dan perakitan baterai, hingga daur ulang,” papar Taufiek Bawazier, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin.

Pengembangan baterai nantinya juga akan diarahkan untuk mendukung program renewable energy pemerintah, salah satunya melalui solar energy.

Baca Juga: Ini Fakta-Fakta Dampak Relaksasi PPnBM, Penjualan Meroket Signifikan

Baterai yang termasuk dalam ekosistem solar energy, akan mendorong adopsi renewable energy sekaligus memacu pertumbuhan industri sel surya yang sudah terdapat di dalam negeri.

“Pemerintah akan mendorong pengembangan ekosistem renewable energy seperti baterai, sel surya, dan inverter melalui regulasi TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri),”

“Dukungan dari instansi teknis terkait sangat diperlukan agar adopsi energi terbarukan di Indonesia dapat memenuhi target-target yang sudah ditetapkan pemerintah hingga tahun 2050,” imbuhnya.

Taufiek menambahkan, masa depan kendaraan listrik juga tergantung pada inovasi baterai yang saat ini cenderung tidak menggunakan bahan baku nikel, kobalt, dan mangan.

Yakni seperti lithium sulfur dan lithium ferro phosphor yang membuat baterai lebih murah, termasuk juga inovasi solid baterai dan pengembangan basis storage hidrogen.

“Dengan demikian kita harus mengantisipasi perkembangan ini karena akan membawa dampak pada baterai yang lebih murah, energi yang dihasilkan lebih tinggi dan waktu pengisian yang singkat,” tandasnya.

Ia mengingatkan akan teknologi disruptive battery yang mengindikasikan ketersediaan nikel, mangan dan kobalt melimpah tidak menjamin produksi baterai akan berhasil.

Pertimbangan biaya dan kemampuan storage dari material baru juga harus diantisipasi.

Baca Juga: Kota Jababeka Cikarang Siapkan Charging Station Mobil Listrik Starvo

Pengembangan industri baterai juga perlu didukung dengan industri daur ulang.

Baterai yang nantinya akan menjadi limbah memerlukan penanganan yang komprehensif.

Antara lain dengan daur ulang agar proses pemurnian dapat dilakukan.

“Limbah baterai serta beberapa jenis scrap dari paduan nikel sangat memungkinkan untuk didaur ulang sehingga dihasilkan beberapa jenis produk yang bernilai tinggi,” pungkasnya.

Sobat bisa berlangganan Tabloid OTOMOTIF lewat www.gridstore.id.

Atau versi elektronik (e-Magz) yang dapat diakses secara online di : ebooks.gramedia.com, myedisi.com atau majalah.id



KOMENTAR

Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

YANG LAINNYA

loading
SELANJUTNYA INDEX BERITA
Close Ads X
yt-1 in left right search line play fb gp tw wa