Menurut Yanto, setiap hari dirinya menyediakan stok bensin eceran sekitar 40 liter.
Itu pun tak selalu habis dan bisa bertahan dua hingga tiga hari.
Jika dirinci, Yanto hanya meraup keuntungan sekitar Rp 24.000 per hari.
Jumlah ini sangat menurun jika dibandingkan sebelum BBM naik, omzet-nya mencapai Rp 40.000.
Kondisi ini lanjut Dia, dipicu karena warga lebih pilih beli Pertalite di SPBU.
"Coba lihat antre di POM panjang, itu juga bisa jadi pengaruhnya karena harga lebih murah, jadi cukup berdampak ke kami," tandasnya.
Namun, ia tak putus asa, walaupun tak banyak ia tetap berjualan apa adanya.
"Namanya juga usaha kadang untung kadang rugi, tapi yang penting bisa cari uang buat modal makan saja kita sudah sangat bersyukur, rezeki sudah ada yang ngatur," sebutnya.
Pedagang bensin eceran lainnya, Cici (53) di Bukit Merapin mengakui omzetnya juga turun.
Menurutnya omzetnya turun sekitar 25 persen.
"Kalau sebelum ada kenaikan harga saya jual per liternya (Pertalite) Rp 10.000 untuk satu liternya," ujar Cici.
"Setelah ada kenaikan harga ini berkurang itu jelas ada, karena jual lebih mahal, orang jadi mikir dua kali kalau beli," ucapnya.
Cici menjelaskan, dulu dalam 3 hari dia mampu menjual 200 liter Pertalite.
"Kalau harga naik seperti sekarang tentunya saya harus menaikkan harga ecerannya," lanjutnya.
Namun saat ini hanya sekitar 150 liter Pertalite saja.
Jumlah ini tentu turun drastis dibandingkan pendapatannya dulu
Tak hanya itu, dia juga menceritakan Pertalite kini sulit didapatkan sejak isu kenaikan sehingga membuatnya hanya pasrah.
Baca Juga: Banyak Bersyukur, SPBU di Kabupaten Ini Jarang Buka, Pertalite Eceren Rp 13 Ribu
Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR