Dengan demikian, meski harga minyak dunia trennya menurun, namun tetap ada selisih antara harga jual dan harga keekonomian Pertalite yang disubsidi pemerintah.
Menurut Dia, pemerintah bakal mengevaluasi harga Pertalite jika harga jualnya Rp 10.000 per liter itu memang sudah menyentuh harga keekonomiannya.
"Harga BBM bersubsidi itu, saat ini pun harga jualnya masih lebih rendah dari keekonomiannya, jadi kan masih belum," urainya.
"Kalau nanti itu sudah seperti itu (menyentuh harga keekonomian), baru kita evaluasi," kata Tutuka.
Sebelumnya, usai kenaikan harga Pertalite, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, harga Rp 10.000 per liter itu jauh lebih rendah dari harga keekonomiannya sebesar Rp 14.450 per liter.
Kala itu, penghitungan harga keekonomian Pertalite berdasarkan rata-rata harga ICP yang sebesar Rp 105 dollar AS per barrel dan kurs Rp 14.750 per dollar AS.
Hal itu sejalan dengan harga minyak dunia yang saat itu bergerak di kisaran 100 dollar AS per barrel.
Sementara, untuk harga Pertalite bisa turun ke Rp 7.650 per liter tanpa intervensi APBN alias tanpa disubsidi, kata Febrio, hal itu memungkinkan apabila harga ICP berada di level 41 dollar AS- 42 dollar AS per barrel.
"Jadi kalau kemarin harganya Pertalite Rp 7.650, itu sebenarnya setara dengan ICP-nya harusnya 41-42 dollar AS," bebernya.
"Jadi harga yang sekarang kita sudah naikkan ke Rp 10.000 pun itu masih di bawah harga keekonomian," terangnya di Gedung DPR RI, (5/9/22) lalu.
Baca Juga: Tipis Tapi Terasa, Harga BBM Vivo Pesaing Pertalite Dimurahkan
Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR