Otomotifnet.com - Maraknya pemalsuan pelat dinas terungkap ada niatan curang, yang modusnya hanyalah persoalan konyol dan akal-akalan.
Modusnya untuk menghindari jepretan kamera e-TLE (Electronic Traffic Law Enforcement) atau tilang elektronik berbasis perangkat digital.
Yups modusnya terbilang konyol, apalagi yang dipalsukan merupakan pelat dinas instansi TNI-Polri.
Selain itu, modus pemalsuan pelat dinas juga dilakukan untuk mengelabui sistem ganjil-genap. Serta tentu saja, ada niatan pelakunya untuk gagah-gagahan.
Ironi ini perlu dianggap persoalan serius. Seperti disampaikan oleh Budiyanto SSOS.MH, selaku Pemerhati Masalah Transportasi dan Hukum.
“Maraknya penyalahgunaan pelat dinas yang diduga palsu oleh oknum-oknum tidak bertangung jawab, harus menjadi perhatian serius oleh petugas yang bertanggung jawab di bidangnya,” papar Budiyanto.
Ia kembali menegaskan, modus pemasangan pelat dinas palsu atau tidak pada peruntukannya hanya sekedar untuk menghindari jepretan CCTV e-TLE dan ganjil-genap.
“Mereka tidak menyadari bahwa perbuatan memasang plat dinas palsu adalah perbuatan melawan hukum atau tindak pidana,” sambung pria yang dikenal sebagai mantan Kasubdit Bin Gakkum Polda Metro Jaya.
Klasifikasi tindak pidana dengan modus menggunakan pelat palsu dapat digolongkan pidana pelanggaran lalu lintas.
“Yakni diatur dalam ketentuan pidana pasal 280 Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ), atau bahkan tindak pidana kejahatan pemalsuan pasal 263 KUHP,” beber Budiyanto.
Pasal 280, berbunyi: Setiap orang yang mengemudikan ranmor di jalan yang tidak dipasangi Tanda Nomer Kendaraan Bermotor (TNKB).
Sebagai mana dimaksud dalam Pasal 68 (1). Dipidana dengan kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500.000.
Dilanjut pasal 263 KUHP (Pemalsuan), yang berbunyi: barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau diperuntukan sebagai bukti dari sesuatu hal seolah-olah isinya benar.
“Maka dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun,” terang Budiyanto.
Adapun mekanisme tilang e-TLE mobile, secara otomatis perangkat menangkap pelanggaran lalu lintas. Kemudian media barang bukti pelanggaran dikirim ke back office e-TLE di RTMC Polda Metro Jaya.
Lalu petugas mengidentifikasi data kendaraan menggunakan Electronic Registration & Identifikasi (ERI) sebagai sumber data kendaraan.
Baca Juga: Pelat Nomor Harley-Davidson AKBP Achiruddin Hasibuan Bodong, Aslinya Bukan Itu
Petugas mengirimkan surat konfirmasi ke alamat publik kendaraan bermotor untuk permohonan konfirmasi atas pelanggaran yang terjadi.
Dilanjut, pemilik kendaraan akan dikirim surat konfirmasi tentang kepemilikan kendaraan dan pengemudi pada saat terjadinya pelanggaran.
Jika kendaraan yang dimaksud sudah bukan milik orang yang mendapat surat konfirmasi, maka harus segera dikonfirmasi kembali.
Yakni dengan batas waktu hingga 8 hari, terhitung sejak terjadinya pelanggaran. Konfirmasi dilakukan melalui website ataupun datang langsung ke kantor Sub Direktorat Penegakan Hukum.
Setelah pelanggaran terkonfirmasi, petugas menerbitkan tilang dengan metode pembayaran via BRI Virtual Account (BRIVA).
Baca Juga: Ada 41 Mobil Dinas Dicengkram Mantan Pejabat, KPK Teriak Kencang
Nah jika pemilik kendaraan tidak mengkonfirmasikan bakal berakibat pemblokiran STNK sementara.
Tentu menyulitkan ketika akan pindah alamat, kendaraan telah dijual, maupun kegagalan membayar pajak berserta dendanya.
Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR