Otomotifnet.com - Wacana bergulir, pengguna mobil hybrid bakal dikasih award.
Hal ini mencuat di gelaran diskusi bertajuk “Otomotif, Ujung Tombak Dekarbonisasi Indonesia", di Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Selasa (08/08/2023).
Disampaikan oleh Taufiek Bawazier, Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE), Kemenperin.
Taufiek mengatakan, mobil HEV (Hybrid Electric Vehicle) diakui sangat berkontribusi mengurangi emisi secara signifikan.
Bahkan, saat ini, ada model HEV dengan emisi mencapai 75 gram/kilometer (km).
Itu sebabnya, Ia menyatakan, Kemenperin menjajaki pemberian award kepada mobil hybrid.
Namun, basisnya bukan pajak, melainkan emisi karbon yang dikeluarkan.
Konsepnya mirip seperti perdagangan karbon atau carbon trade.
“Ini akan menjadi tambahan insentif mobil hybrid selain PPnBM 6% sesuai PP 74 Tahun 2021. Aturan ini akan dirilis secepatnya,” ungkap Taufiek, dalam diskusi yang dihajat Forum Wartawan Industri (Forwin).
Taufiek juga sepakat, penjualan HEV saat ini lebih tinggi dibandingkan BEV (Battery Electric Vehicle).
Alasannya sederhana, masyarakat tidak perlu mengkhawatirkan pengecasan baterai saat menggeber mobil HEV menempuh jarak jauh.
Berbeda kondisinya jika memakai BEV, konsumen harus memperhitungkan daya baterai.
Mengingat infrastruktur pengisian daya mobil listrik masih terbatas.
Masih menurut Taufiek, pada prinsipnya, teknologi hijau akan laku jika harganya di bawah teknologi yang tidak hijau.
“Atas dasar inilah pemerintah mengguyur insentif ke mobil elektrifikasi, terutama BEV baik ke konsumen maupun ke manufaktur,” tegas Taufiek.
Baca Juga: Harga Mobil Hybrid Bakal Lebih Murah Kalau Ini Terjadi, Begini Kata Kemenperin
Sebagai catatan, saat ini konsumen mobil listrik murni (BEV) mendapatkan fasilitas PPnBM 0%, PPN-DTP 10%, suku bunga rendah dan DP 0%, diskon tambah daya listrik, dan pelat nomer khusus.
Dilanjut untuk manufaktur diberikan insentif tax holiday, mini tax holiday, tax allowance, fasilitas BMDTP, dan super tax deduction.
Hal tersebut merujuk Perpres 55 tahun 2019.
Bahkan, pemerintah kini mempertimbangkan bea masuk 0% untuk BEV yang diimpor dalam bentuk utuh.
“Dalam Permenperin 6 Tahun 2022, pemerintah menargetkan produksi BEV roda empat mencapai 400 ribu unit, 2030 sebesar 600 ribu unit, dan 2035 sebanyak 1 juta unit,” sambung Taufiek.
Sementara itu, berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan HEV mencapai 17.280 unit per Juni 2023, dengan porsi 3,4% terhadap total pasar.
Baca Juga: Sulit Jual Mobil Listrik Ketimbang Hybrid, Pengamat Sarankan Ini
Jumlah penjualan HEV tersebut jauh melebihi BEV, yang hanya 5.850 unit.
Penjualan HEV sampai Juni 2023 sudah melampaui torehan sepanjang 2022 yang mencapai 10.344 unit.
Hal ini pula yang mendorong hadirnya dua model anyar, Toyota Innova Zenix dan Yaris Cross.
Menyoal wacana insentif mobil hybrid yang akan ditambah, Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara, menanggapi positif.
Kukuh menegaskan, sektor transportasi adalah kunci untuk menurunkan emisi di Indonesia.
Oleh karenanya, sektor ini dituntut menyediakan teknologi pengurangan emisi yang cocok di Indonesia.
Jadi apapun teknologinya, jika mampu mereduksi emisi gas buang secara signifikan.
Maka perlu diberikan dukungan.
Termasuk teknologi BEV yang justru lebih mudah diterima masyarakat.
“Prinsipnya, Gaikindo mendukung semua pilihan teknologi untuk menurunkan emisi. Soal mana yang lebih disukai, itu diserahkan ke konsumen,” terang Kukuh.
Selain menyediakan pilihan powertrain ramah lingkungan, dia menegaskan, industri otomotif siap meningkatkan pemanfaatan energi bersih.
Seperti B30 yang dinaikkan menjadi B35 pada Februari 2023.
“Bahkan, industri otomotif Indonesia siap menggunakan bahan bakar bensin dengan campuran etanol 5% hingga 10%,” jelas pria ramah ini.
Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR