Otomotifnet.com - Sejauh ini, insentif fiskal yang diberikan kepada mobil Hybrid Electric Vehicle (HEV) kurang adil dibanding insentif fiskal untuk mobil listrik berbasis baterai (BEV/Battery Electric Vehicle).
Padahal jika ditinjau aspek emisi karbon yang dihasilkan keduanya sama-sama mampu mereduksi emisi karbon.
Hal ini diungkap dalam diskusi bertajuk Otomotif, Ujung Tombak Dekarbonisasi Indonesia, di Kementerian Perindustrian, Selasa (08/08/2023).
Dalam diskusi yang dihajat Forum Wartawan Industri (Forwin) tersebut, mobil hybrid diusulkan layak dapat tambahan insentif fiskal.
Lantaran mampu mengurangi emisi karbon hingga 49%, berdasarkan perhitungan emisi dari tangki bensin ke knalpot.
Artinya, pengurangan emisi dua mobil hybrid setara dengan satu mobil listrik berbasis baterai (BEV) yang mencapai 100%.
Adapun jenis insentif tambahan yang bisa diberikan ke HEV antara lain pengurangan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Saat ini, PKB dan BBNKB HEV sama seperti mobil bermesin pembakaran internal (Internal Combustion Engine/ICE), yakni sebesar 12,5% dan 1,75%.
Sehingga totalnya mencapai 14,25%. Sedangkan tarif PPnBM mobil hybrid mencapai 6%, hal ini sesuai PP 74 tahun 2021.
Nah, bandingkan dengan BEV yang diganjar PPnBM, PKB, dan BBNKB 0%.
Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR