"Diminta Signal," kata Happy.
Hakim Fahzal pun curiga aplikasi komunikasi yang digunakan tidak seperti lazimnya kebanyak orang.
"Karena rahasia maksudnya?" cecar hakim.
"Saya sebelumnya tidak terinfo (ada rahasia) Yang Mulia, saya baru tahu dari Pak Anang," jawab Heppy.
Hakim lantas menyentil Happy yang bertahun-tahun berkerja di Kemenkominfo tetapi tidak memahami penggunakan aplikasi SIGNAL.
Menurut hakim, seharusnya pegawai Kemenkominfo paham aplikasi SIGNAL adalah aplikasi paling aman agar tidak disadap.
"Orang Kominfo enggak tahu? Kominfo itu rajanya telekomunikasi. Saya tahu lah, raja komunikasi, menyadap orang Kominfo lebih hebat," sentil hakim.
"Apa Ibu pura-pura enggak tahu? Kenapa pula pakai Signal itu? Berarti ada yang dirahasiakan dong. Jujur saja, iya?" lanjut hakim Fahzal.
"Benar Yang Mulia, saya tidak tau waktu itu ada aplikasi namanya Signal waktu itu," kata Happy.
Dalam kasus ini, Dirut PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak; Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment Mukti Ali; dan Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan juga menjadi terdakwa.
Para terdakwa diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 8,032 triliun dalam proyek penyediaan menara BTS 4G.
Para terdakwa disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Terdakwa Anang Achmad Latif, Irwan Hermawan dan Galumbang Menak juga didakwa dengan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Baca Juga: Menteri Turun Gengsi, Johnny G Plate Jadi Tersangka Naik Toyota Dyna Berkerangkeng
Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR