Otomotifnet.com - Dilihat sejarahnya, lampu Halogen merupakan pengembangan lampu pijar biasa.
Pada lampu pijar biasa berisi filamen tungsten yang dibungkus kaca disertakan campuran gas.
Ketika arus listrik disalurkan ke bohlam, filamen menjadi panas (bisa mencapai 2.000°C) dan membara yang menjadi sumber cahaya.
Sayangnya, filamen tungsten kelamaan menguap dan menipis.
(BACA JUGA: Wah, Ternyata Bos AHM Nggak Senang Timnya Podium, Maunya Apa?)
Sementara lampu Halogen dikembangkan memperbaiki proses lampu pijar dengan penambahan gas Halogen ke dalamnya.
Gas Halogen ini mengurangi penguapan partikel tungsten dari pembakaran filamen, yang pada akhirnya memperpanjang umur pakai bohlam.
Di pasaran, banyak beredar bohlam Halogen berbagai tipe dan merek.
“Yang paling umum adalah 60/55 W atau 100/90 W. Angka tersebut menandakan besarnya daya listrik dibutuhkan saat Hi/Lo. Cara bacanya angka 60 watt saat high beam (lampu jauh) dan 55 watt low beam (lampu dekat),” tambah Lily.
(BACA JUGA: Yamaha Dominasi Lima Besar Hasil Tes MotoGP Qatar)
Bicara warna cahaya yang dihasilkan bohlam Halogen, idealnya antara 3000 Kelvin (kuning) hingga 5.000 Kelvin (putih).
Perbedaan cahaya berpengaruh terhadap visibilitas.
Maksudnya warna cahaya rendah (kuning), baik digunakan untuk cuaca hujan atau berkabut. Karena sifat cahaya warna kuning yang mampu menembus hujan dan kabut.
Sebaliknya, warna cahaya tinggi (putih) memberikan kesan elegan namun kurang baik dipakai saat hujan dan berkabut.