Otomotifnet.com – Kondisi berbeda terhadap kendaraan terjadi di pedalaman Papua.
Mobil-mobil seperti Mitsubishi Triton, Toyota Fortuner dan Hilux malah jadi 'angkot'.
Cerita mengenai perbedaan alat transportasi umum di Papua tersebut dibagikan akun Facebook Sigit Arifianto.
Sigit adalah seorang sarjana Ekonomi, Universitas Bengkulu yang mengabdikan dirinya sebagai tenaga pengajar di Papua.
(BACA JUGA: Duet Isuzu Tergarang Yang Bisa Bikin Ketar-Ketir Fortuner, Pajero Sport Hingga Navara)
Ia bergabung dengan program Indonesia Mengajar dan menetap di sana selama satu tahun yakni dari 2016 hingga 2017.
Di sana, Sigit menetap di kampung Abitpasik, District Pepera, Kabupaten Pegunungan Bintang, dengan Ibu Kota Kabupatennya adalah Oksibil.
Dirinya beberapa kali membagikan pengalamannya tinggal dan mengajar di Papua melalui sosial media pribadi miliknya.
Sigit ceritakan, bahwa mobil-mobil mahal di Papua malah jadi angkutan umum biasa.
(BACA JUGA: Toyota Fortuner Lepas Kendali Lalu Terguling, Terjang Rumah Warga Hingga Hancur)
Hal ini dikarenakan mobil-mobil jenis tersebut dinilai bandel dan dapat bertahan di medan jalan Papua yang tidak mudah.
Menurut keterangan Sigit, mobil-mobil mewah yang dijadikan angkot tersebut dimiliki oleh warga pendatang, lantaran warga asli belum bisa mengelola.
Mobil yang harganya sudah mahal tersebut masih harus ditambah dengan biaya antar yang harganya hampir sama dengan harga mobil.
Sigit menulis, "Harga mobil Rp 500 juta, harus dikirim dari Jayapura menggunakan helikopter dengan biaya Rp 500 juta, total jadi Rp 1 Miliar."
(BACA JUGA: Cukup 5 Langkah, Ponsel Bisa Terkoneksi Bluetooth Ke Head Unit Fortuner TRD Sportivo)
Dituliskannya, bahwa biaya naik angkot mobil ini pun dibanderol dengan harga Rp 500 ribu per-orang untuk perjalanan dengan jarak tempuh kurang lebih tiga jam perjalanan.
Mobil angkutan tersebut digunakan untuk menempuh perjalanan di jalanan yang sudah terbuka.
Satu mobil dapat menampung 11 orang termasuk sopir.
Sementara perjalanan menuju desa tetap harus ditempuh berjalan kaki menelusuri hutan selama berjam-jam.
(BACA JUGA: Gagah Murah, Tengok Pasaran Bekas Mitsubishi Triton, Ford Ranger Dan Toyota Hilux)
"Paling jauh perjalanan 6 jam, biayanya Rp 700 ribu. Kalau lebih dari itu harus berjalan kaki selama berhari-hari," tutur Sigit, dikutip dari Tribunjateng.
Sementara untuk jarak dekat, tersedia juga ojek motor gede namun dengan biaya yang lebih mahal.
"Jarak dekat ada ojek, tukang ojek dari Buton. Motornya mesti yang gede ini. Bayarnya 2 kali lipat naik mobil. Kalau mobil Rp 500 ribu, pakai ojek Rp 1 juta."
Untuk urusan bahan bakar, dahulu hanya tersedia kios-kios kecil yang menjual bensin dengan harga Rp 50 ribu per liternya.
(BACA JUGA: Salah Parkir, Fortuner Keren Jadi Kebanting Sama Hilux Jangkung)
Namun kini, sudah ada beberapa tempat pengisian bahan bakar bersubsidi sehingga tidak sesulit dulu.
Biaya perjalanan menggunakan angkot mobil mewah tersebut hanya setara dengan biaya makan kurang lebih 3 hari.
Pasalnya, menurut Sigit, biaya sekali makan di daerah itu mencapai Rp 50 ribu, belum termasuk minuman sejenis es teh atau air mineral botol yang berkisar Rp 15 ribu segelas.
"Di sini Rp 500 ribu sudah seperti Rp 50 ribu, sekali makan di sini Rp 50 ribu. Belum termasuk es teh lo," tuturnya.
(BACA JUGA: Test Drive All New Toyota Hilux 2018, Penasaran Sama Kapabilitas Off-Roadnya)
Mayoritas masyarakat di daerah tersebut berprofesi sebagai petani, namun penghasilan utama mereka berasal dari sari dana desa dan dana bantuan lain.
Dengan segala ketidakmudahan dalam hal transportasi, Sigit malah merasa hal itu menjadi keseruan tersendiri.
Medan jalan yang diwarnai dengan tebing curam, sungai, serta jalanan berbatu ia nikmati sebagai pengalaman yang seru.
"Seru kalau mobil di Papua, mesti ngelewati sungai, jalannya di tepi jurang, belum lagi medan yang berat. Sopir-sopir batu mesti ditraining sm senior2 sebelumnya," ucap Sigit.
Sigit menuturkan, keadaan itu hanya terjadi di Papua bagian pedalaman saja.
Di kota-kota besar seperti Jayapura, Sorong, dan Merauke alat transportasi dan fasilitas lain sudah lebih baik layaknya kota-kota di Pulau Jawa.