Otomotifnet.com – Sobat termasuk yang sering gonta-ganti merek atau jenis bahan bahan bakar pada tunggangan kesayangan?
Misalnya dalam minggu ini tadinya pakai bahan bakar keluaran Pertamina, lalu minggu berikutnya ganti pakai keluaran Shell atau Total, BP dan main-lain.
Atau tadinya pakai bahan bakar oktan 92, lalu besoknya ganti yang oktan 90 atau 95 dan sebagainya.
Kalau ya, coba simak dulu nih penjelasan dari pakar konversi energi dari Fakultas Teknis dan Dirgantara Institut Teknologi Bandung, Profesor Dr. Ing., Ir. Tri Yuswidjajanto Zaenuri.
Baca Juga: Sembarang Pakai Octane Booster, Bisa Bahaya Bagi Mesin & Manusia!
“Pertama yang ingin saya jelaskan, bahwa bahan bakar yang boleh dijual di Indonesia, harus memenuhi spesifikasi dari Ditjen Migas, baik untuk bensin maupun solar,” buka Prof. Yus, sapaan akrabnya.
Beberapa syarat yang ditetapkan oleh Ditjen Migas itu, lanjut Prof. Yus, diantaranya adalah bahan bakar tersebut tidak boleh merusakan mesin.
Lalu, “Asapnya atau emisi gas buangnya tidak boleh melewati batas ambang tertentu. Dari situlah (semua bahan bakar itu, red) perlu distandarkan,” jelasnya.
Namun, lanjut Prof. Yus, kita diingatkan bawah kilang minyak yang ada di Indonesia ini merupakan kilang lama.
“Ya sebagian sudah direhab lewat proyek RDMP, tetapi belum tentu semuanya bisa menghasilkan bensin yang memenuhi standar internasioal,” imbuhnya.
Nah, kandungan yang ada di dalam bahan bakar seperti olefin, aromatic dan benzene, memang berpotensi untuk meningkatkan oktan.
“Tapi, kandungan ini sekaligus berpotensi juga meningkatkan deposit yang timbul di dalam ruang bakar,” terang Prof. Yus.
Bila deposit itu menumpuk di intake valve, jelas akan mengganggu aliran campuran bahan bakar dan udara.
Baca Juga: Gurah Mesin Katanya Tanpa Bongkar, Modal Cairan, Apa Khasiatnya?
“Kalau terbentuknya di ruang bakar, nanti businya cepat berkerak, yang bisa bikin nyala businya kecil atau orang bilang mati,” tambahnya.
Sementara kalau numpuknya di bagian atas piston dan di kubah cylinder head, maka akan membuat kompresi jadi makin tinggi.
Sehingga butuh bahan bakar yang oktannya lebih tinggi lagi dari anjuran pabrik.
Untuk menghindari hal itu, lanjut Porf. Yus, biasanya masing-masing produsen bahan bakar akan menambahkan additive detergen.
“Nah, masing-masing bahan bakar itu tentunya punya takaran additive yang berbeda-beda,” ungkapnya.
Misalnya suatu bahan bakar kandungannya punya potensi menghasilkan deposit banyak, “Maka additive detergen‑nya biasanya banyak juga.”
“Sebaliknya bila unsur-unsur penimbul depositnya sedikit, maka additive detergen-nya juga akan sedikit,” tukas Prof. Yus.
Memang merek-merek bahan bakar yang ada di Indonesia secara komposisi kimia kata Prof. Yus sudah memenuhi spesifikasi (yang ditentukan, red) Ditjen Migas.
“Tapi belum tentu sama persis kan. Kenapa? Karena di Ditjen Migas batasannya adalah kadang minimum, kadang maksimum, atau kadang minimum – maksimum, jadi secara rentang,” ucapnya lagi.
“Misal batas emisinya 500 ppm, artinya boleh 300, 200 atau bahkan 0, yang penting memenuhi aturan batas maksimum tadi,” imbuhnya.
Sehingga akhirnya pencampuran additive tiap-tiap merek atau jenis bahan bakar akan berbeda-beda.
“Kalau kita ganti-ganti bahan bakar, otomatis kan mesinnya akan berganti-ganti karakter operasinya juga dalam hal pembakaran,”
Selain itu, bisa jadi karakter pembentukan depositnya juga berubah.
Misal saat awal pemakaian kendaran (dari baru) kita menggunakan bahan bakar yang punya kandungan additive bagus, bisa menjaga ruang bakar tetap bersih (keep clean).
Maka ketika ganti bahan bakar lain, belum tentu ia bisa menjaga ruang bakar tetap bersih seperti bahan bakar sebelumnya.
Atau di kendaraan yang sudah pakai lama dan sudah banyak deposit di ruang bakar, "Belum tentu bahan bakar lain itu punya karakter clean up secara cepat dari bahan bakar sebelumnya,” jelas Prof. Yus.
Sehingga efek yang ditimbulkan membuat karakter operasi mesin jadi berubah.
Dengan kata lain, jika penggantian bahan bakar justru akan menimbulkan deposit lebih banyak di ruang bakar atau intake valve yang nantinya menggangu aliras gas, tentunya akan membuat performa mesin jadi turun.
Dampak buruk lainnya jika deposit sudah terlalu banyak numpuk, bakal muncul detonasi, mesin jadi mudah overheat dan sebagainya.
Tuh gaes, jadi sebaiknya jangan gonta ganti bahan bakar ya!