Otomotifnet.com – All New Honda PCX 160 dibekali mesin baru, eSP+ 157 cc dengan 4 klep dan punya rasio kompresi tinggi, 12:1.
Penerapan rasio kompresi tinggi, tentu saja agar performa mesin semakin optimal dan ramah lingkungan.
Karena dengan rasio kompresi tinggi, maka campuran bensin dan udara sebelum diledakkan akan dimampatkan piston secara maksimal, sehingga saat proses pembakaran ledakannya lebih besar dibanding yang rasio kompresinya lebih rendah.
Namun, mesin dengan rasio kompresi tinggi tentu butuh bahan bakar yang juga lebih tahan tekanan, alias butuh oktan tinggi.
Baca Juga: Honda PCX 160 Dibekali Mesin Baru eSP+, Apakah Masih Gredek?
Hal itu tentu untuk mencegah detonasi atau ngelitik atau knocking, yaitu pembakaran dini yang terjadi sebelum dibakar oleh api dari busi.
Tapi, meski rasio kompresi PCX 160 tergolong tinggi, namun ternyata aman pakai bahan bakar dengan kadar oktan 90 sekelas Pertalite. Kok bisa?
“Sesuai buku pedoman pemilik, rekomendasi bahan bakarnya RON 90 atau lebih tinggi,” terang Endro Sutarno, Technical Service Division PT Astra Honda Motor.
Endro melanjutkan, “Sebelum motor diluncurkan ke pasar, Honda tentu sudah melakukan survey, bahan bakar apa yang tersedia hingga pelosok.”
Jadi jangan heran karena saat ini mayoritas bahan bakar yang tersedia sampai pelosok adalah Pertalite yang punya RON 90, maka Honda pun mengeset bahan bakar rekomendasi PCX 160 adalah minimal RON 90.
“Bahkan pabrikan tesnya menggunakan yang RON 90,” imbuhnya meyakinkan.
Tapi bagaimana bisa mesin dengan rasio kompresi 12:1 aman pakai bensin RON 90?
Jawabannya tentu saja ada di “permainan” waktu pengapian.
Baca Juga: Honda PCX 160 Punya Sasis, Ban dan Suspensi Baru, Masih Keras Kah?
“Karena sistem PGM-FI yang canggih, yang mempunyai range pengapian yang panjang,” lanjut pria ramah yang berkantor di AHM Safety Riding & Training Center, Deltamas, Cikarang, Jabar ini.
Jadi, agar tidak terjadi detonasi dan performa optimal, ECM akan secara otomatis mengatur waktu pengapian sesuai bahan bakar dan beban motor.
Jika bahan bakar yang digunakan oktannya rendah, tentu waktu pengapian mundur atau menjauhi TMA (Titik Mati Atas).
Sebaliknya, saat pakai bahan bakar beroktan tinggi, maka akan maju mendekati TMA.
Dari mana inputnya? “Input dari O2 sensor,” lanjut Endro.
Jadi, ketika bahan bakar yang digunakan misalkan beroktan tinggi, yang mana ketika dibakar dengan timing rendah maka masih ada sisa pembakaran, dari sini ECU akan membaca terlalu basah sehingga timing digeser mendekati TMA.
Sebaliknya saat terlalu kering akibat penggunaan oktan rendah, maka timing digeser mundur.
Dengan demikian, maka pembakaran jadi lebih optimal dan tentu saja tak terjadi ngelitik.