Otomotifnet.com - Pilihan mobil dengan penggerak roda depan atau penggerak roda belakang, selalu jadi perbincangan hangat.
Apalagi baru-baru ini santer kabar kemunculan Toyota Avanza generasi baru yang beralih dari penggerak roda belakang (RWD) jadi penggerak roda depan (FWD).
Sontak saja informasi tersebut langsung ‘dihujani’ berbagai komentar dari berbagai kalangan.
Ada yang menyambut baik, ada juga kecewa Toyota beralih menggunakan FWD pada low MPV sejuta umatnya tersebut.
Baca Juga: Kopel Mobil RWD Ada Dua Tipe, One Piece dan Two Piece, Perawatan Mudah Mana?
Ibarat kata kok jadi ‘terbawa arus’ mengikuti rival-rivalnya yang telah lebih dulu menggunakan FWD macam Suzuki Ertiga, Honda Mobilio, Mitsubishi Xpander dan Nissan Livina.
Nah, yang jadi pertanyaan adalah apa sih kelebihan dan kekurangan dari sistem penggerak depan dan belakang ini?
Penggerak Roda Depan
Penggerak roda depan atau biasa disebut dengan Front Wheel Drive (FWD), merupakan sistem penggerak yang mentrasfer tenaga mesin ke kedua roda depan.
Sistem penggerak roda depan awalnya digunakan pada sedan dan mobil kompak, lantaran memiliki keunggulan tertentu.
Keunggulan yang pertama adalah dari segi efisiensi. Sebab penggerak roda depan memungkinkan tenaga mesin dapat sampai pada roda secara efisien dan optimal.
Hal tersebut dikarenakan lay-out penggerak roda depan lebih ringkas ketimbang roda depan.
“Posisi mesin, girboks dan penggerak di depan semua, jadi tenaga dapat langsung dikirim ke roda depan, sehingga lebih efisien,” ujar Agung Saputro, Workshop Manager Honda Megatama, Kalimalang, Jakarta Timur pada Tabloid OTOMOTIF beberapa waktu silam.
Selain itu, lanjut Agung, respon mesin juga lebih baik lantaran tenaga mesin tak banyak tereduksi lantaran melewati banyak komponen.
Baca Juga: Low MPV Cocok RWD atau FWD? Pemilik Xpander dan Avanza Cerita Coba Jalan Rusak
Lantaran konstruksinya yang lebih ringkas, maka bobot mobil secara keseluruhan pun dapat terpangkas, sehingga konsumsi bahan bakar pun bisa lebih efisien.
Posisi mesin pada penggerak roda depan umumnya melintang (tranverse), juga membuat ruang mesin dapat dibuat lebih kompak.
Tujuannya, kabin mobil pun bisa dibuat lebih optimal dan lega.
“Firewall dapat dibuat menjorok ke depan. Disamping itu, penggerak depan enggak ada terowongan transmisi dan as kopel, sehingga lantai kabin dapat dibuat lebih rata,” tambah Agung.
Namun dengan segela keunggulannya tersebut, penggerak roda depan juga memiliki kelemahan, yakni kerja roda depan jadi lebih berat, lantaran fungsinya sebagai penggerak dan juga kemudi.
“Beban kerja differensial, suspensi dan kemudi roda depan lebih berat karena semua tertumpu di depan,” ujar Mizan Allan de Neve, desainer dan engineering otomotif.
Hal tersebut berpengaruh pada usia pakai beberapa komponen pada penggerak roda depan, salah satunya CV joint drive shaft yang mudah termakan usia.
Dalam urusan handling, mobil depan penggerak roda depan lebih cenderung understeer.
Baca Juga: Avanza Baru Bakal Ada Varian Bermesin Turbo, 1.300 cc Atau 1.500 cc?
Hal tersebut dikarenakan bobot lebih berpusat di depan. “Handling jadi terasa lebih sensitif dan cenderung understeer,” ujar Mizan.
Ditambah saat mobil berada di tanjakan dengan kemiringan agak ekstrem, ban depan jadi mudah slip ketika harus melakukan stop and go.
OTOMOTIF beberapa kali mendapati hal ini, ketika lagi test drive beberapa mobil baru berpenggerak roda depan di kawasan Gunung Bromo, yang memang tanjakannya lumayan curam.
Hal tersebut lantaran saat menanjak, distribusi bobot akan cenderung lari ke bagian belakang mobil, sehingga traksi roda depan jadi berkurang. Makanya saat mulai akselerasi, ban depan jadi gampang slip.
Selain itu, karena banyak komponen di bagian roda depan, membuat ruang gerak roda untuk belok jadi lebih sempit.
Tak heran bila radius putar mobil dengan penggerak roda depan, rata-rata lebih panjang dibanding mobil penggerak roda belakang.
Penggerak Roda Belakang
Penggerak roda belakang atau juga dikenal dengan istilah Rear Wheel Drive (RWD), merupakan sistem penggerak yang menstrasfer tenaga mesin ke sepasang roda belakang.
Kelebihannya yang paling mencolok adalah distribusi bobot, lantaran posisi mesin di depan, girboks dan drive shaft (as kopel) di tengah dan differensial di belakang.
Karena distribusi bobot yang lebih ideal ini, penggerak roda belakang memiliki handling yang lebih baik, namun cenderung oversteer.
“Makanya penggerak roda belakang identik dengan handling yang lebih fun to drive, maka dari itu sports car rata-rata menganut penggerak roda belakang,” tambah Mizan.
Karena fungsi roda depan hanya berfokus pada kemudi dan roda belakang hanya untuk penggerak, beban kerja pada masing-masing roda juga dapat terdistribusi lebih optimal.
Efeknya, usia pakai pada komponen suspensi, kemudi dan penggerak dapat lebih panjang.
Selain itu, mobil dengan penggerak roda belakang juga lebih mumpuni ketika melahap tanjakan curam.
Karena roda penggerak letaknya di belakang, membuat ban tak mudah kehilangan traksi saat menanjak di tanjakan yang curam.
“Pada posisi menanjak, bobot akan cenderung ke belakang, yang membuat penggerak depan mudah kehilangan traksi,” terang Agung.
Namun di balik keunggulannya tersebut, penggerak roda belakang juga memiliki beberapa kelemahan.
Baca Juga: Xpander dan Xpander Cross Diharapkan Berubah ke RWD, Begini Respon Mitsubishi
Pertama adalah efisiensi penyaluran tenaga yang kurang optimal.
Karena posisi mesin di depan, maka tenaga akan disalurkan ke roda belakang via beberapa komponen, seperti girboks dan drive shaft atau as kopel hingga differensial atau gardan belakang.
Perjalanan panjang tersebut membuat tenaga mesin banyak ‘terserap’ sebelum mencapai roda belakang.
“Tenaga dari mesin ketika sampai di roda belakang akan tereduksi hingga mencapai 30 persen,” tambah Agung.
Pada penggerak roda belakang, umumnya mesin menganut lay out longitudinal atau membujur, sehingga membutuhkan ruang mesin lebih besar.
Belum lagi lantai kabin akan disesaki dengan terowongan untuk transmisi dan drive shaft (as kopel).
Hal tersebut akan mengkompensasi dimensi dan kelegaan kabin.