Lalu di tahun 2010 keberadaan SRP sempat ditutup oleh Pemprov DKI.
"Tetapi sejak lima tahun belakangan ini parkir di badan jalan mulai marak dan bahkan ada yang dilegalkan secara diam-diam," kata Ketua Forum Warga Kota Jakarta (Fakta) itu.
Melihat fenomena itu, Tigor membuat catatan dengan menghitung nominal uang yang dihasilkan dari parkir liar.
"Jika sehari dihitung titik parkir hanya delapan jam efektif parkir dan satu rata-rata membayar Rp 10.000, maka pendapatannya parkir liar di Jakarta Rp 10.000 di kali delapan (jam efektif) di kali 16.000 (SRP) adalah Rp 1,28 miliar sehari, Rp 38,4 miliar sebulan dan menjadi Rp 460 miliar setahun," ucapnya menghitung.
Atas dasar tersebut, Tigor mempertanyakan aliran uang miliaran yang dihasilkan dari parkir liar.
"Pertanyaannya, uang tersebut ke mana saja mengalirnya? Tentu mengalirnya tidak ke pendapatan asli daerah (PAD) Jakarta," ungkapnya.
"Uang banyak itu masuk ke kantong-kantong mulai dari jukir liar hingga oknum aparat Pemprov DKI," sambungnya.
Padahal jika dikelola secara legal oleh Pemprov DKI, kata Tigor, hal itu bisa jadi alat bantu memecahkan problem transportasi dan membantu PAD Jakarta.
"Jika parkir dikelola, bisa sebagai alat bantu memecahkan masalah transportasi Jakarta yakni masalah kemacetan," harapnya.
"Maka ini sesuai dengan target Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono yang ingin memecahkan masalah kemacetan Jakarta," ucap Tigor.
"Saya mendukung bapak Pj Gubernur memecahkan kemacetan Jakarta dan memerintahkan Dinas Perhubungan DKI Jakarta menertibkan dan memperbaiki manajemen perparkiran Jakarta agar bisa membantu memecahkan masalah transportasi yakni kemacetan dan mendapat pendapatan yang baik juga besar dari manajemen parkir untuk PAD Jakarta," imbuh dia.
Baca Juga: Jukir Liar Jangan Sok Keras, Palak Uang Parkir Pelanggan Indomaret Bisa Dibui 9 Tahun