Penyebab Banyak Kecelakaan Fatal di Tol Trans Jawa, Pengamat Kasih Penjelasan

Ferdian - Rabu, 22 Maret 2023 | 18:30 WIB

Tol Trans Jawa tembus Banyuwangi ditargetkan selesai 2023 oleh Presiden Jokowi (Ferdian - )

Otomotifnet.com - Bukan rahasia umum kalau jalan tol rawan yang namanya kecelakaan lalu lintas.

Meski sebenarnya ruas ini punya tingkat keamanan dan kenyamanan lebih tinggi ketimbang jalan umum.

Salah satu ruas tol yang sering terjadi insiden kecelakaan fatal adalah Tol Trans-Jawa.

Sebelumnya, Indonesia Toll Road Watch (ITRW) mencatat, ada tiga ruas Jalan Tol Trans-Jawa yang dinilai sangat berbahaya dan butuh konsentrasi tinggi untuk melintasinya.

Ketiganya ruas tersebut adalah Tol Cikopo-Palimanan (Cipali), Tol Cikampek-Purwakarta-Padalarang (Cipularang), dan Tol Batang-Semarang.

“Tol Batang-Semarang ada dua titik yang sangat rawan dan berbahaya yakni Km 355 dan Km 358,” ucap Koordinator ITRW Deddy Herlambang (21/3/2023).

Jalan tol ini dinilai berbahaya dan rawan karena minim penerangan jalan.

Akibatnya, kondisi di ruang-ruang main road (jalan utama) gelap sehingga perlu konsentrasi ekstra.

“Bila terus berkendara dengan konsentrasi tinggi tanpa jeda selama lebih dari dua jam, akan menyebabkan pengemudi cepat lelah hingga akhirnya mengantuk (sindrom kelelahan kronis),” kata Deddy.

Kompas.com
Ilustrasi Tol Trans Jawa yang gelap saat malam hari

Sementara pada arah berlawanan, sorotan lampu jauh (high beam) dari kendaraan lain ikut berkontribusi menambah akut sindrom kelelahan ini.

“Dua lajur jalan tol tidak dilengkapi dengan peredam silau pada masing-masing markanya. Tentu kondisi ini menambah berat sindrom kelelahan pengendara,” ucap Deddy.

Sementara itu, Senior Investigator Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Ahmad Wildan mengatakan, kecelakaan yang kerap terjadi di ruas tol tersebut tidak terkait dengan geometrik dan fasilitas jalan tol.

“Ini tidak terkait dengan geometrik dan fasilitas jalan tol, sistem delineasi jalan di semua jalan tol kita sudah baik karena sudah melalui mekanisme laik fungsi jalan,” ucap Wildan (20/3/2023).

Menurut Wildan, kecelakaan fatal yang sering terjadi justru disebabkan oleh faktor lain, seperti bagian belakang yang kendaraan barang atau kendaraan besar (truk) yang redup.

“Yang jadi masalah adalah bagian belakang kendaraan barang lampunya banyak yg redup, jika mereka mematuhi PM 74 Tahun 2021 dengan memasang stiker pemantul cahaya, maka kendaraan barang akan terlihat pada jarak 100 meter sehingga pengemudi kendaraan pribadi bisa lebih siaga. Jadi ini tidak terkait dengan penerangan jalan di jalan tol,” ucap Wildan.

Wildan melanjutkan, dalam aturan di Indonesia maupun di seluruh dunia, jalan antar kota itu tidak diwajibkan menggunakan penerangan jalan umum, melainkan harus dilengkapi dengan delineasi jalan yang baik yang dapat menunjukkan penampang melintang, alinyemen horizontal dan alinyemen vertikal suatu jalan.

“Sementara keterlihatan kendaraan oleh kendaraan lainnya diatur dalam regulasi kendaraan, bukan regulasi jalan, yaitu dengan diatur sorot lampu utama pada lampu depan dan alat pemantul cahaya di bagian belakangnya, sehingga dalam kondisi malam kendaraan akan dapat melihat keberadaan kendaraan lainnya pada jarak yang aman,” kata Wildan.

Untuk itu, guna mengurangi fatalitas kecelakaan, Wildan meminta semua kendaraan barang dilengkapi dengan perisai kolong belakang atau rear underrun protection (RUP) dan stiker pemantul cahaya, sehingga mobil yang menabrak tidak masuk ke kolong kendaraan barang.

Baca Juga: Geger Mobil Damkar Dipersulit Masuk Tol Jatiwarna, Jasa Marga Bilang Begini

Sumber: https://www.gridoto.com/read/223735968/jadi-korban-kecelakaan-segini-waktu-proses-pencairan-santunan-dari-jasa-raharja