Perjalanan panjang tersebut membuat tenaga mesin banyak ‘terserap’ sebelum mencapai roda belakang.
“Tenaga dari mesin ketika sampai di roda belakang akan tereduksi hingga mencapai 30 persen,” beber Agung Saputro, Workshop Manager Honda Megatama, Kalimalang, Jakarta Timur beberapa waktu silam pada Tabloid OTOMOTIF.
Hal ini tentunya akan berdampak pula pada efisiensi bahan bakar yang jadi lebih boros dibanding mobil penggerak roda depan.
Pada penggerak roda belakang, umumnya mesin menganut lay out longitudinal atau membujur, sehingga membutuhkan ruang mesin lebih besar.
Baca Juga: Konsultasi OTOMOTIF : Mobil Penggerak Depan As Roda Cepat Kalah?
Belum lagi lantai kabin akan disesaki dengan terowongan untuk transmisi dan drive shaft (as kopel). Hal tersebut akan mengkompensasi dimensi dan kelegaan kabin.
Selain itu, meski secara handling mobil penggerak belakang lebih baik, namun ia cenderung oversteer.
“Makanya penggerak roda belakang identik dengan handling yang lebih fun to drive, maka dari itu sports car rata-rata menganut penggerak roda belakang,” ujar Mizan Allan de Neve, desainer dan engineering otomotif.
Karena fungsi roda depan hanya berfokus pada kemudi dan roda belakang hanya untuk penggerak, beban kerja pada masing-masing roda juga dapat terdistribusi lebih optimal.
Efeknya, usia pakai pada komponen suspensi, kemudi dan penggerak dapat lebih panjang.