Yups seperti diketahui, semakin banyak pabrikan mobil, tentu makin memperbesar kapasitas industri otomotif nasional.
Terlebih Pemerintah mendorong pengembangan ekosistem kendaraan listrik. Oleh karenanya pabrikan mobil listrik sangat welcome untuk berjualan di Indonesia.
Hal ini diwujudkan melalui pembebasan tarif bea masuk untuk impor utuh atau Completely Built Up (CBU) mobil listrik, berlaku sampai 31 Desember 2025.
Ketentuannya tercantum pada Peraturan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No.6 Tahun 2023, tentang Pedoman dan Tata Kelola Pemberian Insentif Impor.
Atau Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat dalam Rangka Percepatan Investasi.
Detailnya di Pasal 2 ayat 1, disebutkan bahwa pelaku usaha dapat diberikan insentif atas impor Kendaraan Bermotor Listrik (KBL) berbasis baterai CBU roda empat.
Yakni dengan jumlah tertentu, diberikan kuota impor dalam jangka waktu pemanfaatan insentif bea masuk tarif 0%, dan PPnBM ditanggung pemerintah.
Baca Juga: Pabrikan Mobil Listrik Kian Sumringah, Ada Keberpihakan Pemerintah Indonesia
Namun ada syaratnya, pabrikan mobil listrik yang mendapat jatah impor, wajib berkomitmen untuk memproduksi KBL berbasis baterai roda empat di Indonesia yang memenuhi spesifikasi teknis.
Tercantum di Pasal 2 ayat 4 Peraturan Menteri Investasi. Artinya setelah mendapat kelonggaran impor utuh, pabrikan mobil listrik bakal ditagih komitmennya untuk memproduksi unitnya di Indonesia.
Paling lambat 1 Januari 2026, diproduksi paling lambat 31 Desember 2027, dan memenuhi target minimum capaian tingkat komponen dalam negeri (TKDN).
Hal ini diatur dalam Pasal 7 ayat 1, huruf I Permeninves No.6 Tahun 2023. Regulasi ini merupakan aturan turunan dari Peraturan Presiden (Perpres) No.79 Tahun 2023.
Sekaligus mengubah sejumlah ketentuan mulai dari impor CBU mobil listrik hingga jangka waktu minimal TKDN.
Kuota impor yang diberikan ditentukan berdasarkan komitmen pabrikan dalam memproduksi jumlah unit sampai 2027, jumlahnya sesuai unit yang diimpor.
Apabila jumlah yang diproduksi kurang dari unit yang diimpor, maka pemerintah akan memberikan sanksi dengan besaran insentif yang telah diberikan kepada para pabrikan.