Otomotifnet.com - Waduh, beredar kabar pabrikan mobil Jepang mulai berniat angkat kaki dari Thailand, akibat kalah saing dari mobil listrik Cina yang membanjiri pasar mobil Thailand.
Setidaknya ada tiga produsen mobil asal Jepang yang akan menutup fasilitas perakitannya.
Yaitu dikabarkan Honda, Subaru, dan Suzuki akan mulai menutup pabriknya di Thailand pada tahun 2025.
Kabar ini dibenarkan oleh Presiden Asosiasi Produsen Suku Cadang Mobil Thailand, Sompol Tanadumrongsak.
“Pesanan suku cadang juga telah turun sebesar 40 persen sepanjang tahun ini seiring pengurangan produksi mobil oleh pabrikan,” kata Sompol.
Pihaknya memperkirakan industri ini akan mengalami kontraksi lebih lanjut saat mereka melewati transisi ke kendaraan listrik.
Ia menambahkan hanya sekitar selusin dari 660 pembuat suku cadang di Thailand, yang bisa memasok kebutuhan pabrik mobil listrik asal Cina.
Pasalnya, produsen mobil listrik Cina lebih memilih mengimpor komponennya, karena lebih murah, lantaran dapat subsidi dari pemerintah Cina.
Baca Juga: Ledakan Mobil Listrik Cina di Thailand, Apakah Indonesia Selanjutnya?
“Sebagian besar pembuat suku cadang lokal mengurangi operasi mereka menjadi hanya tiga hari dalam seminggu karena permintaan menurun,”
“Sekitar selusin produsen suku cadang sekarang gulung tikar,” ungkap Sompol.
Seperti diketahui, berdasarkan berita dari Asia Nikkei, industri otomotif Thailand terpukul oleh derasnya produsen mobil listrik asal Cina.
Serbuan mobil listrik Cina ke pasar Thailand dan global memang secara besar-besaran dalam dua tahun belakangan.
Pemerintah Thailand membebaskan tarif impor dari Cina melalui Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-Cina
Serta memberikan insentif tambahan sebesar 150 ribu baht per-unit mobil listrik yang dijual di negeri Gajah Putih, atau setara subsidi Rp 69.975.345 tiap unitnya.
Alhasil, menurut Departemen Cukai Thailand, sejak 2022, sudah ada 185.029 unit mobil listrik impor masuk dari Cina.
Namun mobil yang teregistrasi baru 86.043 unit. Ini menandakan ada kelebihan pasokan sampai 90 ribu unit.
Baca Juga: Industri Otomotif di Ambang Krisis, Stimulus Jadi Harapan Terakhir
Seperti dijelaskan oleh Ketua Gabungan Industri Kendaraan Listrik Thailand (Electric Vehicle Association of Thailand, EVAT), Krisda Utamote.
“Kami mengalami kelebihan pasokan kendaraan listrik karena banyak kendaraan listrik yang diimpor dari Cina selama dua tahun terakhir (masih berada di persediaan dealer),” ucap Krisda.
Kondisi tersebut membuat para produsen mobil listrik Cina menerapkan strategi perang harga, supaya menghabiskan produk yang sudah terlanjur masuk.
Produsen mobil BYD, adalah yang paling agresif. BYD memangkas harga Atto sebanyak 340 ribu baht, atau sekitar Rp 150 juta. Setara diskon 37 persen dari harga peluncuran awal.
Langkah serupa diikuti Neta yang memangkas harga model V-II sebesar 50 ribu baht (Rp 22 juta), atau sembilan persen dari 549 ribu baht (setara Rp 248 jutaan) saat kali pertama diluncurkan.
Kondisi tersebut, berdampak pada ekonomi Thailand, yang tengah bergeliat bangkit pasca-pandemi Covid-19 serta tekanan terhadap perdagangannya.
Baca Juga: Ngeri Kelas Menengah Terus Melorot, Dampaknya Diungkap Pakar Retail
Alhasil, produk kendaraan konvensional yang sudah diproduksi secara lokal di Thailand tak laku dipasaran.
Melansir data Federasi Industri Thailand, penjualan mobil baru pada lima bulan pertama hanya 260.365 unit, turun 23 persen dari periode sama tahun lalu.
Angka tersebut merupakan yang terendah dalam satu dekade.
Akibatnya, produsen mobil ICE di Thailand mengurangi kapasitas produksi untuk bertahan hidup.