Otomotifnet.com - Di lingkup Asia Tenggara, Indonesia termasuk Negara produsen terkemuka, bahkan mencakup regional Asia Pasifik.
Namun, bisakah industri otomotif Indonesia bersaing menghadapi revolusi industri 4.0?
Jawabannya terbongkar di gelaran digelar Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT), bertajuk Southeast Asia Automotive Technology Summit (SAATS) 2019, yang dihelat di Double Tree Hilton Hotel, Jakarta (6-7/11).
Berbagai inovasi disuguhkan oleh para ahli dari berbagai perspektif.
(Baca Juga: Kendaraan Listrik dan Swakemudi Bakal Jadi Tren, Indonesia Mampu Support? Dibahas di SAATS 2019)
Mulai dari pejabat Pemerintah, OEM (pembuat mobil), pemasok komponen, penyedia solusi, pakar otomotif, dealer, distributor, dan lain sebagainya.
Mereka berkumpul dalam satu platform untuk diskusi kolaboratif tentang masa depan Industri Otomotif di Indonesia. Yang dihajat oleh Escom Event.
Inovasi yang dimaksud diawali oleh implementasi industri 4.0.
Seperti yang ditawarkan oleh QAD Indonesia, sebagai solution provider di bidang IT, yakni kesiapan sistem manajemen data yang ada saat ini untuk menuju industry 4.0.
Hal ini diutarakan oleh Leigh Fletcher selaku Director QAD Indonesia dan Darwin Widjaja selaku Senior Consultant QAD Indonesia.
“Sudah banyak yang bertanya mengenai solusi untuk menyongsong industry 4.0, tapi tidak banyak yang bertanya apakah pondasi dalam hal ini sistem manajemen data mereka sudah siap untuk industry 4.0,” kompak Fletcher dan Darwin.
Tapi tidak hanya melontarkan pertanyaan, QAD juga memberikan solusi di tingkat industri, yakni dengan menyediakan framework upgrade sistem manajemen yang lebih efisien.
Solusi serupa juga disediakan di tingkat dealer oleh salah satu pembicara, yaitu CDK Global dengan platform Dealer Management System (DMS).
(Baca Juga: Pelat Nomor Khusus Buat Kendaraan Listrik Sebentar Lagi Sah, Ada Usulan Lima Angka?)
DMS sendiri mengintegrasikan data konsumen seperti selera, kebutuhan, dan kebiasaan konsumen dalam menentukan produk yang akan ditawarkan ke pembeli.
Sistem tadi juga bisa digunakan untuk memonitor performa penjualan, yang diakses oleh prinsipal, jaringan dealer, hingga supplier jika dibutuhkan.
Inovasi dari segi industri juga disuguhkan oleh Baker Hughes, anak perusahaan General Electric, khususnya dari teknologi quality control.
Yakni dengan mengadaptasi teknologi yang sudah teruji di sektor medis, yaitu x-ray dan radiologi layaknya CT Scan.
Teknologi tersebut diadaptasi untuk mengidentifikasi cacat produksi pada komponen kendaraan seperti keretakan dan korosi di tingkat micro hingga nanometer, dan dilakukan tanpa harus membongkar komponen yang diperiksa.
Hal tersebut mengurangi resiko kecacatan produksi yang mengharuskan recall (penarikan kembali), sehingga berpotensi menghemat pengeluaran yang disebabkan oleh recall.
Serta masih banyak lagi inovasi-inovasi yang bisa membuat industri otomotif Indonesia gaspol dalam berkompetisi di tingkat global.
Esok hari (7/11) masih berlanjut pembahasan yang menyuguhkan materi menarik lainnya dari pembicara di hajatan SAATS 2019.
Bakal diadakan juga diskusi panel dan test drive Mercedes V-Class Van serta masih dipamerkan juga mobil listrik andalan Nissan, yaitu Nissan Leaf.
Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR