Otomotifnet.com - Pemerintah diminta Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI) buat kasih relaksasi atau keringanan dalam membayar angsuran ke Perusahaan Otobus (PO) di Indonesia.
Hal tersebut sedang diajukan para pengusaha bus, lantaran saat ini sedang kesulitan dari sisi finansial akibat Pandemi Covid-19 yang melanda.
"Kami masih mengupayakan komunikasi dengan pemerintah melalui DPP Organda," buka Kurnia Lesani Adnan, selaku Ketua Umum Ipomi saat dihubungi.
"Kami meminta adanya kebijakan dari Kementerian Keuangan melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk bisa memberikan relaksasi dan stimulus, agar kami bisa mendapat kemudahan untuk tidak membayar angsuran yang diajukan selama 6 bulan," tuturnya (21/4).
Baca Juga: Armada PO Bus Cuma Beroperasi 10 Persen Saja, IPOMI: Kami Sudah Tiarap
Sayangnya, hingga saat ini usaha IPOMI belum juga mendapat respon dari pemerintah terkait.
Di sisi lain, perusahaan pembiayaan sejauh ini hadir menawarkan dua opsi.
"Pertama, bayar setengah dari total cicilan yang seharusnya, atau kedua bayar bunganya saja," kata Kurnia.
Hanya saja bagai para pengusaha otobus (PO) kedua opsi tersebut dianggap kurang efektif, alasannya uang yang ada saat ini tidak mencukupi dan para pengusaha masih harus tetap membayar angsuran busnya.
Baca Juga: Bisnis Perusahaan Karoseri Ini Lesu, Pesanan Bus Pariwisata Menurun, Imbas Corona
Sedangkan di sisi lain, ada para pekerja yang harus dipenuhi hak dan kewajibannya.
Situasi ini bisa dianalogikan 'Maju Kena Mundur Kena'.
"Tetapi gini, yang harus diketahui oleh pemerintah dan pihak terkait lainnya, kami ini harus mempertahankan management supaya tetap ada. Artinya uang yang kami punya, dalam cash flow ini, harus kami pertahankan untuk membayar management," ungkapnya.
"Kalau kami terus membayar kewajiban ini (cicilan bus dan gaji management), kami nanti sudah tidak punya uang ketika keadaan pandemi ini membaik, yang ada kami nanti tidak akan bisa beroperasi," lanjutnya.
Baca Juga: Aturan Mudik 2020 Diterbitkan, Penumpang Bus Yang Turun di Kota Tujuan Otomatis ODP
Pemerintah lewat OJK sebenarnya sudah mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 11 tahun 2020, tentang stimulus ekonomi nasional sebagai kebijakan countercyclical dampak penyebaran Coronavirus (POJK Stimulis Dampak Covid-19).
Tetapi, menurut Kurnia peraturan ini tidak cukup membantu serta sulit diterapkan.
Lantaran isi di dalam peraturannya masih terkesan rancu dan ambigu.
Sebagai contoh, ia menjelaskan, dalam poin nomor 2, butir (d) disebutkan:
Baca Juga: Mobil, Motor dan Bus Pemudik Masuk Yogyakarta Diperiksa Ketat, Tak Penuhi Syarat Putar Balik
1) Penilaian kualitas kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga untuk kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain dengan plafon s.d Rp 10 miliar; dan
2) Peningkatan kualitas kredit/pembiayaan menjadi lancar setelah direstrukturisasi selama masa berlakunya POJK. Ketentuan restrukturisasi ini dapat diterapkan Bank tanpa melihat batasan plafon kredit/pembiayaan atau jenis debitur.
Hal ini dianggap Kurnia memberatkan para pengusaha otobus lantaran plafon yang diberikan hanya sampai Rp 10 miliar, sedangkan angsuran PO biasanya melebihi Rp 10 miliar.
"Padahal kami PO Bus itu rata-rata nilai kreditnya di atas Rp 10 miliar, tapi di bawah Rp 20 miliar. Itu kan artinya peraturannya tidak bisa diimplementasikan ke kami," imbuhnya.
Lebih lanjut, Kurnia mengatakan hingga saat ini IPOMI belum mendapatkan solusi dari pihak terkait soal penanganan masalah ini.
"Seluruh perusahaan pembiayaan juga belum bisa memberikan relaksasi ke kami hingga hari ini," tutupnya.
Editor | : | Panji Nugraha |
Sumber | : | GridOto.com |
KOMENTAR