Otomotifnet.com - Karena denda tilang dinilai kurang memberi efek jera terhadap truk over dimension over loading (ODOL), kini ada aturan baru diterapkan.
Hal itu dijelaskan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Hubungan (Kemenhub), Budi Setiyadi saat meninjau Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) atau Jembatan Timbang Brebes baru-baru ini.
Karena tilang tak efektif, pihaknya berupaya menerapkan kewajiban transfer angkutan barang di jembatan timbang, untuk truk yang masuk kategori obesitas atau ODOL.
Selain itu truk ODOL yang melintas di jalan tol ataupun non-tol memberikan kerugian yang besar terhadap negara, terutama pada infrastruktur jalan.
Baca Juga: Tidak Ada Penilangan, Truk ODOL Harus Transfer Muatan di Jembatan Timbang
Data dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dalam satu tahun kerugian negara akibat truk ODOL mencapai Rp 43 triliun.
Selain itu keberadaan truk ODOL ini, lanjut Budi, menyebabkan kemacetan dan kecelakaan lalu lintas yang melibatkan korban jiwa.
Menanggapi penerapan skema baru untuk penindakan angkutan barang dan logistik, Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta menganggap operasi menuju Zero ODOL pada 2023 dengan melakukan penindakan terhadap truk-truk belum menunjukkan hasil yang memuaskan.
Sebetulnya, dalam dua bulan terakhir, penindakan dengan cara transfer muatan sudah diuji coba di beberapa Jembatan Timbang di Indonesia.
Baca Juga: Foto Tol Kayuagung-Palembang Bergelombang Viral, Kontraktor Tol Sebut Ulah Truk ODOL
"Tanpa mengecilkan upaya yang telah ditempuh Kememhub, namun hasilnya atau dampaknya masih jauh dari harapan. Karena penindakan terhadap ODOL ini masih kurang rapat dan merata," kata Ketua Aptrindo Jateng & DIY, Chandra Budiwan, Minggu (21/3/2021).
Ia menyoroti masih banyaknya kelemahan dalam operasi penindakan ODOL tersebut, dikarenakan metode pengawasannya yang masih berjalan secara manual. Padahal, di era digital ini mestinya sudah menggunakan electronic law enforcement yang meminimalisir terjadinya kontak manusia dengan manusia.
Seperti diketahui, sistem digital penilangan atau electronic traffic law enforcemen atau ETLE sudah digunakan Polri untuk proses penilangan pelanggar lalu lintas.
"Penegakan hukum menggunakan manusia (petugas) sangat tidak efektif dan efisien. Mereka bisa saja mengalami kecapekan fisik dan mental setelah menjalankan operasi secara terus menerus dalam kurun waktu lama.
Selain itu juga sering berpotensi terjadi kesalahan dan penyelewengan," ujarnya.
Baca Juga: Truk Odol Dilarang Masuk Pelabuhan Oleh Kemenhub Mulai Desember 2020
Karena itu, lanjutnya, Kemenhub harus bisa membenahi ekosistem angkutan barang terlebih dahulu seperti persaingan usaha tidak sehat yang merupakan faktor utama penyebab terjadinya praktik ODOL.
Selain itu, kata dia, persoalan ODOL akan selesai dengan sendirinya, jika penindakannya menggunakan hukum responsif, bukan hukum represif.
"Karena dengan memakai hukum yang responsif akan mengikat pemerintah, pengusaha truk dan pemilik barang sekaligus. Berbeda hal nya jika memakai hukum represif yang hanya mengikat pemerintah dan pengusaha truk nya saja," katanya.
Chandra menambahkan, Kemenhub juga harus menindak pemilik barang sebagai sumber permasalahan. Karena pemilik barang memegang peran penting di awal terjadinya praktik ODOL.
Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR