Otomotifnet.com - Ditegaskan oleh Djoko Setijowarno, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI (Masyarakat Transportasi Indonesia) Pusat, dan Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata, untuk keberlangsungan usahanya, bisnis transportasi umum darat wajib mendapatkan bantuan subsidi seperti halnya moda udara, laut dan kereta.
Kemudian, agar berjalan efektif sebaiknya Pemerintah dapat menerbitkan Peraturan Presiden.
Dengan begitu, diharapkan semua instansi Kementerian dan Lembaga yang terkait dapat bekerja maksimal.
Ia menggarisbawahi, berkaca pada tahun lalu, program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang diusulkan Organda tidak ditanggapi serius oleh pemerintah.
Baca Juga: Ngovi Bahas Nasib Awak Bus, Potong Gaji Hingga Dirumahkan Sementara
“Adanya bantuan ke pengemudi transportasi umum selama tiga bulan, kenyataannya tidak tersalurkan tepat sasaran."
"Pengemudi ojek justru ikut mendapatkan bantuan itu. Tidak ada kordinasi dengan Organda setempat,”
“Tidak ada satupun instansi pemerintah memiliki data pengemudi transportasi umum yang benar,” beber Djoko.
Selain itu, Ia menyoroti, keringanan pajak dan retribusi (PKB, BBNKB, PBB, pajak reklame, UKB, retribusi parkir dan emplasemen) terhadap penyelenggaraan transportasi umum di daerah tidak didapat.
“Pemda masih menganggap transportasi umum sebagai sumber pendapatan daerah yang potensial."
"Pemerintah termasuk pemda belum menganggap transportasi umum sebagai bagian dari kebutuhan hidup yang wajib mendapat dukungan semua pihak,” ungkapnya lagi.
Ia pun memaparkan data Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Perhubungan bekerjasama dengan ITB tahun 2020, yang telah melakukan penelitian atau kajian dampak pandemi Covid-19 terhadap keberlanjutan bisnis transportasi umum darat.
“Sejumlah rekomendasi sudah diberikan agar bisnis transportasi umum darat tidak terpuruk ke titik nadir. Apakah rekomendasi tersebut sudah dilaksanakan pemerintah?” tegas pria ramah ini, melalui pesan tertulis (28/3/2021).
Masih menurut Djoko, sangat diperlukan upaya gotong royong semua instansi pemerintah pusat hingga daerah, untuk memberikan bantuan terhadap bisnis transportasi umum darat.
Tujuannya agar keberlanjutan bisnis transportasi umum darat tetap terjaga. “Pemerintah harus lebih cerdas dan bijak dalam implementasi larangan mudik lebaran,” tandas Djoko.
Baca Juga: Bedah Fitur Bus Pandawa 87 Dream Coach Capsule Bus, Tayang di Mobil Gede
Ia juga menilai, adanya pengecualian dalam kebijakan pelarangan mudik lebaran telah menimbulkan banyak penafsiran dan penyimpangan.
Berpotensi terjadinya pungutan liar. Surat keterangan dapat dijadikan lahan subur pendapatan tidak resmi.
“Jika pemerintah mau serius melarang, caranya mudah. Pada rentang tanggal yang sudah ditetapkan itu, semua operasional transportasi di bandara, terminal penumpang, stasiun kereta dan pelabuhan dihentikan,”
“Tahun 2020, operasional KA jarak jauh, kapal laut dan penerbangan domestik dan internasional, berhenti operasi mulai 25 April hingga 9 Mei (selama 15 hari),” bebernya.
Djoko melanjutkan, tidak perlu ada pengecualian, sehingga hasilnya akan lebih terasa manfaatnya. “Perlu dipertimbangkan menggunakan frasa melarang, namun nanti masih banyak pengecualian yang dilakukan,” katanya menilai.
Data dari Dinas Perhubungan Jawa Tengah pada saat musim pelarangan mudik lebaran 2020, sebanyak 1.293.658 orang masuk ke Jawa Tengah.
Potensi mudik lebaran ke Jawa Tengah tahun 2020 diprediksi sebesar 5.956.025 orang. Tidak mudik 3.335.374 orang (56 persen), mudik 2.203.729 orang (37 persen) dan mudik dini 416.922 orang (7 persen).
Editor | : | Antonius Yuliyanto |
KOMENTAR