Otomotifnet.com - Mengkonversi atau mengubah motor bermesin pembakaran dalam menjadi listrik, tentu saja dibutuhkan beberapa komponen.
Salah satu yang utama bisa dimulai dari pemilihan motor atau dinamo sebagai penggerak utamanya.
Pilihan dinamo untuk konversi motor listrik tergantung dari calon pengguna dalam membangun atau mengkonversi motor.
Disesuaikan dulu dari keinginan, ingin karakter seperti apa.
“Kalau buat harian biar irit bisa pakai yang tipe BLDC hub. Kalau off-road atau banyak tanjakannya bisa pakai mid drive,” ujar Dian Swastia Jaya dari BF Goodrich, produsen motor listrik lokal asal Semarang.
Baca Juga: Skema Cicilan Selis E-Max Lithium, Motor Listrik Imut Banderol Rp 30 Jutaan
Ia menjelaskan, kebutuhan untuk harian lebih baik wheel hub karena loss tenaga lebih minim. Tapi kalau acuannya torsi atau tenaga bisa pakai mid drive meski sedikit boros.
Wheelhub terletak langsung di tromol roda, sedangkan dinamo pada konstruksi mid drive sesuai namanya ada di tengah motor.
Tenaga dari dinamo disalurkan ke roda belakang via belt atau rantai.
Sedikit menjelaskan soal tipe dinamo. Umumnya motor listrik saat ini menggunakan dinamo jenis BLDC atau Brushless DC motor.
BLDC sering disebut magnet induksi yang perputarannya diatur melalui hall sensor.
Di dalam motor BLDC selalu rotor dan stator. Mau apapun apapun konstruksinya, baik hub dan mid drive.
Di stator ada lilitan kabel tembaga yang dilapisi email silicon. Bertujuan supaya tidak ada hubungan pendek.
Baca Juga: Prioritas Riset Nasional, Genjot Pembuatan Baterai Pouch Motor Listrik
“Rotor selalu mengandung magnet permanen. Jenis dari magnet inilah yang yang menentukan kekuatan torsi dari BLDC itu. Dalam stator ada sensor hall,” jelas Agung Masteros, Founder Molisindo dan Mosell.
Tipe BLDC menjadi mayoritas dipakai saat ini, salah satunya karena secara konsumsi energinya.
Brushless dinamo lebih efisien dari brush dinamo. Selain itu, kelebihannya tidak ada kontak fisik antara rotor dengan stator.
Kemudian pemilihan dinamo balik lagi ke urusan finansial, karena semakin besar tentu semakin mahal.
Baca Juga: Spek Dinamo dan Baterai Molis Balap, Energica Ego+, Torsinya Mencengangkan!
Tapi jika memakai dinamo berdaya besar jika tidak didukung suplai baterai yang besar secara voltase atau ampere percuma juga.
Kalau dibandingkan dengan kendaraan konvensional, daya (satuannya Watt) bisa dibilang layaknya kapasitas mesin.
“Rumusnya, kalau Watt berhubungan dengan kecepatan. Volt berhubugan dengan kekuatan atau torsi."
"Ampere berhubung jarak tempuh. Semakin besar ampere di baterai semakin jauh jaraknya,” ujar Agung.
Jadi kalau mau tenaga besar bisa menggunakan dinamo dengan Watt besar pula. Sedangkan untuk harian dan efisiensi, menurut Dian 1.000 Watt sudah lebih dari cukup.
Baca Juga: Skema Kredit NIU NQi 26 Sport, Skutik Listrik Mungil, Mulai Rp 900 Ribuan
Pendapat agak berbeda disampaikan oleh Herwan dari Elders Garage. Menurutnya, pemilihan dinamo disesuaikan dengan kecepatan motor awalnya.
Misal sebelum dikonversi, motor menggunakan mesin 110 cc dengan top speed sekitar 80-90 km/jam.
Nah, dari sini jadi panduan untuk dinamo yang akan digunakan. Contoh menggunakan 2.000 Watt sampai 3.000 Watt.
Untuk tipe dinamo yang menempel pada roda, berfungsi juga sebagai pengganti tromol.
Untuk itu terdapat pilihan untuk rem tipe tromol atau cakram. Yang membedakan lagi adalah diameter hub.
Misal untuk konversi motor listrik dari skutik, tentu saja butuh diameter hub yang lebih kecil agar pas dengan pelek ring 12 inci atau 14 inci.
Sedangkan motor sport bisa pakai dinamo lebih besar, karena pakai pelek ring 17 inci.
Baca Juga: BMW Pamer Motor Listrik Barunya, Bodi Bongsor, Punya Jambul Tuh!
Selanjutnya dinamo punya beragam grade yang mempengaruhi kualitasnya.
“Ada grade 1 paling rendah sampai grade 3 yang paling tinggi, ada juga yang sampai grade 4."
"Ini menentukan kualitas, beda elektronik dalamnya, dan beda torsi yang dihasilkan,” rinci Ady Siswanto, punggawa Petrikbike yang biasa mengkonversi motor listrik.
Editor | : | Antonius Yuliyanto |
Sumber | : | Tabloid OTOMOTIF |
KOMENTAR