Otomotifnet.com - Sebelumnya ketentuan syarat perjalanan dalam negeri tentang wajibnya tes PCR/antigen bagi pelaku perjalanan darat menggunakan motor dan mobil yang menempuh jarak 250 kilometer menjadi sorotan.
Diketahui, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memberlakukan aturan wajib melakukan PCR maksimal 3x24 jam atau antigen maksimal 1x24 jam sebelum perjalanan.
Hal itu berlaku untuk orang yang melakukan perjalanan darat minimal 250 kilometer atau waktu perjalanan 4 jam dari dan ke Pulau Jawa-Bali.
Namun setelah mendapat kritikan, juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati mengatakan bahwa aturan tersebut kini telah dicabut.
"Sudah dicabut," ujar Adita(3/11/2021).
Kemenhub, imbuhnya, telah melakukan penyesuaian syarat perjalanan orang dalam negeri pada transportasi darat, laut, udara, dan perkeretaapian di masa pandemi Covid-19.
- Surat keterangan hasil negatif rapid test antigen yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 1x24 jam sebelum keberangkatan.
- Kartu vaksin (minimal vaksin dosis pertama).
Khusus perjalanan rutin dengan moda transportasi darat menggunakan kendaraan bermotor perseorangan, kendaraan bermotor umum, transportasi sungai, danau, dan penyeberangan, dalam satu wilayah/kawasan aglomerasi perkotaan tidak diwajibkan untuk menunjukkan kartu vaksin dan surat keterangan hasil negatif rapid test antigen.
Ngomongin tentang wajibnya tes PCR sebagai syarat perjalanan, ternyata harga tes satu ini yang sempat bikin heboh bisa saja ditekan.
Baca Juga: Wajib PCR Dicabut, Syarat Naik Mobil dan Motor Jarak Jauh Cuma Bawa Ini
Seperti diketahui, selama pandemi, baya tes PCR turun empat kali.
Semula Rp 2.500.000, turun jadi Rp 900.000, lalu turun lagi Rp 500.000, dan terakhir Rp 300.000.
Setelah ditelusuri, dimungkinkan harga untuk tes PCR bisa sentuh angka Rp 10.000.
Namun ini terlepas dari polemik orang-orang yang kabarnya ikut terlibat di dalam bisnis tersebut.
Aiman Witjaksono mencoba mencari tahu langsung ke Gabungan Pengusaha Alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab).
Aiman menemui Sekjen Gakeslab Randy Teguh. Ada informasi mengejutkan yang didapat.
Randy menyebutkan, biaya tes PCR tidak terkait langsung dengan peralatan untuk tes PCR, seperti baju hazmat, batang pengambil sampel, dan sejumlah lainnya.
Biaya tes PCR terkait dengan mesin dan reagen.
Mesin dan reagen ini seumpama printer dan tinta. Tidak bisa digunakan tanpa salah satunya. Harga mesin PCR mencapai ratusan juta rupiah.
Bisa digunakan dalam jangka panjang. Sementara itu, harga reagen bervariasi: belasan, puluhan, hingga ratusan ribu rupiah di awal pandemi.
Di awal pandemi harga reagen tinggi karena susah didapat.
Lalu, berapa harga tes PCR sebenarnya?
"Rp 10.000 pun bisa," jawab Randy.
"Lho, kenapa bisa semurah itu?" tanya saya lagi.
"Jika dilakukan kerja sama operasi, alias skema bisnis tertentu," terang Randy.
Kuncinya adalah pada efektivitas penggunaan mesin PCR.
Jika mesin digunakan sendiri dan waktu operasionalnya terbatas, tentu pebisnis akan menaikkan harga untuk mengejar modal kembali.
Namun, jika mesin bisa digunakan bersama dan waktu operasi bisa maksimal maka harga tes PCR bisa ditekan.
Oleh karena itu, perlu dicari model bisnis kolaboratif yang bisa memaksimalkan mesin-mesin PCR yang ada.
PCR ini memang bisnis luar biasa besar. ICW dan Koalisi Masyarakat Sipil menghitung keuntungan dari bisnis PCR selama sekitar setahun terakhir pandemi mencapai lebih dari Rp 10 triliun.
Meskipun tak bisa dilepaskan dari aspek bisnis, PCR punya dimensi kepentingan publik dan kepentingan nasional. Oleh karena itu, harga paling murah perlu diupayakan.
Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR