Agus menjelaskan, pelanggaran lalu lintas langsung tercatat sistem, mulai jenis pelanggaran, hingga identitas diri pelanggar dan kendaraan bermotor.
Sanksi yang diberikan ganda, yaitu terberat adalah pemblokiran STNK kendaraan.
Poin juga tercatat otomatis pada SIM yang terintegrasi data kepolisian secara nasional.
Agus mengatakan, penindakan tilang berbasis elektronik diharapkan meningkatkan budaya disiplin berlalu lintas.
Sebab, korban jiwa kecelakaan di Jawa Tengah menjadi yang tertinggi di Indonesia.
"Manfaatnya kembali ke masyarakat. Di Jawa Tengah ini 5-6 orang meninggal dunia karena kecelakaan tiap hari. E-TLE semata-mata untuk keselamatan," kata Agus.
Dasar hukum tilang sistem poin pada SIM tertuang dalam Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penerbitan dan Penandaan Surat Izin Mengemudi.
Rinciannya dijelaskan pada Pasal 1 ayat 17.
Disebutkan poin merupakan nilai yang diberikan kepada pemilik SIM setiap melakukan pelanggaran dan/atau kecelakaan lalu lintas, dibuat secara variatif berdasarkan penggolongan pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas.
Sejumlah pelanggaran tindak pidana lalu lintas yang dapat dikenakan sanksi poin tersebut diatur pada Pasal 33 ayat 2, yaitu pelanggaran lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas.
Pada Pasal 38, dijelaskan pemilik SIM yang telah mencapai 12 poin dikenakan sanksi penahanan sementara SIM, atau pencabutan sementara SIM sebelum putusan pengadilan.
Sementara, jika sudah mencapai 18 poin, maka dikenakan sanksi pencabutan SIM atas dasar putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Pemilik SIM yang mendapatkan sanksi tersebut, menurut Pasal 39 ayat 3, dapat mengajukan kembali permohonan mendapatkan SIM dengan ketentuan harus melaksanakan pendidikan dan pelatihan mengemudi, serta mengikuti prosedur pembuatan SIM baru.
Baca Juga: Taruhannya SIM Dicabut, Ini Aturan Main Sistem Tilang Pakai Poin
Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR