Otomotifnet.com - Jangan heran kalau lihat video ujian praktik SIM C di Taiwan.
Kalau dibandingkan dengan ujian praktik SIM C di Indonesia bisa dibilang beda jauh.
Karena di Indonesia butuh latihan dan skill dewa.
Terlihat pada video tersebut ujian praktik SIM C di Taiwan cukup mudah yakni cukup dengan berjalan lurus pada area yang cukup luas.
Sedangkan di Indonesia, ujian untuk dapat SIM C harus melewati beberapa rintangan, seperti zig-zag dan membuat angka delapan tanpa mengenai cone.
Dalam video yang diunggah akun Instagram, ndorobei.official terlihat perbedaan ujian praktik SIM motor di Indonesia dan Taiwan yang mana ujian SIM di Taiwan terlihat lebih mudah tanpa banyak hambatan
"Beginilah Ujian Praktik SIM di Taiwan ( Ada yg susah kenapa cari yang gampang ) ????: tukang_maidomu," tulis keterangan video (13/6/2023).
Di Taiwan jalur ujian dibuat seperti jalan raya sungguhan.
Lengkap dengan lampu lalu-lintas dan marka jalan.
Pemohon SIM tidak serta merta diuji keahlian berkendara tapi juga kepatuhan dan pemahaman rambu yang ada.
Hal ini tentu mendapat komentar beragam dari netizen.
kholikn_ Kalo ujiannya gampang nanti ordalnya gak laku dong...
ariesto_hamada Di sini dibikin susah, sengaja biar pd nembak
erikk202020 Kurang babar terlalu mudah... lebih menantang di sini
afani_mutopik Kalo di kita harus tes freestyle
Adapun ujian praktik SIM C di Indonesia lebih rumit.
Pengendara harus melewati berbagai jenis rintangan mulai jalur zig-zag, jalur angka 8, dan tes lain yang lebih mengukur pada kemampuan teknis berkendara.
Instructor Safety Riding Astra Honda Motor (AHM) Hendrik Ferianto enggan berpolemik soal perbandingan ujian SIM motor di Taiwan dan Indonesia, ia hanya berpesan sebaiknya sebelum membuat SIM pelajari dahulu soal-soal dalam ujian SIM.
Hal itu penting sebab tak sedikit pemohon SIM motor gagal saat proses pembuatan SIM sehingga harus mengulang-ulang.
"Belajar dahulu. Jangan modal nekat, saya sudah lima tahun naik motor, yang bilang bisa siapa aja," kata Hendrik (14/6/2023).
"Caranya bagaimana, ikut datang ke SRP (safety riding park), nanti diukur. Misalkan kemampuan pengereman, kemudian ketika slalom kelincahan kurang," ujarnya.
Hendrik mengatakan, tak sedikit orang mengukur kemampuan berkendara dari waktu atau pengalaman.
Padahal kemampuan berkendara alias skill perlu penghitungan spesifik.
"Banyak pengguna motor di jalanan ukurannya 'ah saya 10 tahun naik motor belum pernah tabrakan.' Saya bilang 'ya belum saja', sekalinya tabrakan ringsek nantinya. Ada juga yang bilang baru jago naik motor setelah tabrakan," katanya.
"Padahal belajar motor beda dengan matematika. Belajar matematika kita banyak mengerjakan soal, berlatih, makin inget sama rumus makin benar. Kalau kita naik motor terus belajar dari kesalahan ya tidak bisa," kata Hendrik.
Sementara itu, menanggapi, hal tersebut, Head of Safety Riding Promotion Wahana Agus Sani mengatakan, standar uji SIM di setiap negara tentu berbeda.
Begitu juga yang di Indonesia, pastinya sudah berdasarkan hasil dari masukan beberapa ahli di bidangnya.
"Sangat tidak pas membandingkan standar uji SIM antar negara. Mereka punya standar tertentu," ucap Agus.
Kemudian soal ujian di Indonesia yang dinilai sulit, Agus mengatakan kalau itu cukup standar.
Memang sudah seharusnya para pemohon SIM punya keterampilan dan bisa melewati rintangan tersebut.
"Kalau terlalu mudah, pastinya tidak sesuai dengan kondisi jalan raya di Indonesia," kata Agus.
Lewat ujian SIM yang melewati rintangan zig-zag dan melewati angka delapan, pemohon dilihat, apakah kompeten atau tidak.
Jadi yang bisa lulus ujian SIM hanya orang yang sudah memiliki kemampuan berkendara yang baik.
Baca Juga: Tahun Ini Ujian SIM C1 Buat Bikers Moge Diberlakukan, Ada Batas Umur
Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR