Posisi duduk tentu khas motor penjelajah. Setangnya tinggi dipadu jok rendah dan footstep agak ke depan, sehingga segitiga berkendaranya santai biar nyaman. Posisi ini juga memudahkan juga ketika mesti berdiri di jalan gravel.
Handlingnya khas Honda, motor bersasis semi double cradle terasa sangat ringan dan lincah, padahal bobotnya 242 kg.
Sudut belok setangnya juga besar, jadi lincah berkelit di jalan sempit. Kerepotan hanya saat di parkiran atau berhenti di trek yang tak rata, karena tinggi dan jinjit tadi.
Karakter suspensinya empuk banget dan punya jarak main panjang, depan 230 mm dan belakang 220 mm. Alhasil melibas jalan rusak jadi tetap nyaman karena enggak terasa, motor tetap diam yang gerak naik turun rodanya.
Namun konsekuensinya ketika melaju dalam kecepatan tinggi dan melibas jalan bergelombang jadi mengayun. Rasanya butuh sedikit seting suspensi nih. Untung adjustable! Tinggal putar kenob untuk suspensi belakang dan ada setelan di atas sokbreker depannya.
Performa
Membahas performa, paling penasaran tentu kinerja DCT kan? Bagaimana sih rasanya naik motor sport tapi tanpa tuas gigi dan handel kopling. Saat awal pemakaian memang cukup kagok, tangan kiri reflek cari tuas kopling dan kaki kiri maunya menekan dan mencongkel gigi.
Eits kedua kebiasaan tadi harus dihilangkan ketika naik motor bertransmisi DCT, seperti yang ada juga di Honda NM4 Vultus. Karena yang main cukup jari tangan!
Jadi setelah mesin hidup, tunggu sekitar 1 detik maka indikator gigi di spidometer menyala N (netral), lalu pencet tombol DCT di setang kanan yang bertuliskan D-S N ke kiri.
Pencet sekali masuk D (drive), tekan sekali lagi masuk S (sport), sebaliknya pencet ke kanan kembali ke netral.