Otomotifnet.com - Gagasan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) yang bakal membatasi kendaraan dari luar DKI Jakarta ditanggapi dingin Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
Gubernur Anies Baswedan enggan berkomentar lantaran belum mendapatkan informasi tersebut.
"Saya ingin baca lebih detail usulan BPTJ terlebih dahulu sebelum menanggapinya," ungkap Anies Baswedan kepada wartawan di kawasan Monumen Nasional (Monas) Gambir, Jakarta Pusat, Minggu (25/3/2018) pagi.
Hal tersebut pun disampaikannya ketika disinggung soal penerapan Electronic Road Pricing (ERP) atau jalan berbayar terkait wacana tersebut.
(BACA JUGA: Cool... Momen Presiden Jokowi Naik Chopperland Di Istana Bogor, Gak Kalah Sama Anak Custom)
Gubernur Anies Baswedan hanya memasang wajah datar ketika disinggung sistem ERP yang mandek sejak era Joko Widodo menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2013 silam.
Seperti diketahui sebelumnya, Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) mengusulkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk membatasi kendaraan luar kota yang masuk ke dalam Ibukota.
Pengamat Transportasi Unika Soegijapranoto, Djoko Setidjawarno, justru menyebut pembatasan dapat dilakukan lewat ERP.
"Kalau tanpa sistem, mau bagaimana pelaksanaannya?"
"Akan timbul pungutan liar baru kalau dipaksakan."
"Jadi ya tunggu ERP yang katanya akan diberlakukan pada 2019," beber Djoko Setidjawarno dihubungi pada Minggu (25/3/2018)
Menurutnya, ERP merupakan sistem paling ideal untuk diterapkan karena setiap kendaraan yang berasal dari luar Ibukota akan dikenakan retribusi.
Selain itu, seluruh kendaraan yang masuk juga akan teregistrasi lewat alat identifikasi pada ERP.
(BACA JUGA: Full Tank Bisa Sampai Tegal, Inilah Hasil Tes Konsumsi BBM All New PCX)
"Pihak Kepolisian harus dilibatkan, khususnya registrasi identifikasi kendaraan."
"Jadi identitas kendaraan dan beban ERP jelas, walaupun kendaraan diperjualbelikan," jelasnya.
Walau begitu, BPTJ harus terlebih dahulu merevitalisasi angkutan umum hingga ke seluruh kawasan pemukiman di Jabodetabek
Sebab berdasarkan Rencana Induk Transportasi Jabodetabek, Jumlah penduduk Jabodetabek 31.077.315 jiwa dengan total sebanyak 24.897.391 kendaraan bermotor.
Kendaraan bermotor tersebut terdiri dari 2 persen angkutan umum, 23 persen mobil pribadi dan 75 persen sepeda motor.
Sehingga pergerakan kendaraan dalam kota Jakarta 23,42 juta orang per hari pada tahun 2015 meningkat menjadi 50 juta orang per hari pada tahun 2018.
Bersamaan dengan hal tersebut, permasalahan kian pelik, di antaranya tingkat kemacetan semakin tinggi, sepeda motor makin dominan dan angkutan umum makin menurun.
(BACA JUGA: Simak Nih, Daftar Harga Yamaha Maxi Series Terbaru, Referensi Buat Yang Pengin)
Sementara infrastruktur angkutan massal sangat terbatas, pengadaan bus dan KRL masih belum memenuhi perjalanan, khususnya di kawasan Bodetabek.
"Pada 2019 ditargetkan 40 persen penggunaan kendaraan pribadi. Jadi ERP 2019 berbarengan dengan peningkatan angkutan masal."
"Pilihan revitalisasi angkutan umum di Kawasan Bodetabek mutlak harus segera dilakukan, supaya kemacetan di perkotaan bisa berkurang. Udara makin nyaman, publik makin senang, lalu lintas makin lancar," jelas Djoko Setidjawarno.
Terkait target pengadaan ERP pada tahun 2019, Djoko menyarankan agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat menyerahkannya kepada BPTJ.
(BACA JUGA: Pertalite Jadi Rp 7.800, Pertamina Jelaskan Alasan Kenaikannya)
Sehingga kendala yang kerap dipermasalahkan oleh Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) dapat diselesaikan menggunakan Peraturan Presiden (Perpres).
"Terkadang ada investor mau menanamkan modal dinilai sebagai suatu permasalahan, tentunya investor itu dilindungi konsesi nilai plus."
"Jakarta tidak punya uang bayar ERP sendiri. KPPU jangan kaku," pungkasnya.