Sehingga dinilai membutuhkan keahlian khusus, mengingat prasyarat safety dan treatment baterai listrik berbeda dengan treatment baterai non-lithium.
“Setiap cell atau modul, dan pack berbeda bentuk, ada yang silinder atau prismatik. Semuanya berbeda tipe di setiap mobil listrik,” beber Taufiek, melalui pesan tertulis (9/11/2020).
Alhasil, mengingat kompleksitas proses daur ulang baterai listrik, diperlukan penggunaan teknologi modern dalam proses tersebut.
“AI dan robotik menjadi diperlukan untuk mengurangi kesalahan dalam proses daur ulang sehingga potensi kecelakaan menjadi berkurang,” imbuhnya lagi.
Baca Juga: Kemenperin Ungkap Tiga Persoalan Mendera Industri Otomotif Saat Ini
Selain itu, menurut Taufiek, proses daur ulang dapat meningkatkan pemanfaatan material, baik lithium dan mangan yang berupa carbonat, nikel serta cobalt, berupa sulfat yang dapat diperoleh maksimal.
Sehingga proses circular ekonominya mencapai titik optimal. “Namun demikian, yang terpenting adalah mobil listrik dan baterai listrik dapat diproduksi di dalam negeri,”
“Investasi ke arah sana tentunya dipersiapkan untuk membuka tenaga kerja dengan skill yang baru, dan meningkatkan hilirisasi sumber daya alam nasional berupa nikel, cobalt, maupun mangan,” tandasnya.