Otomotifnet.com - Kembali mencuat wacana penghapusan Premium atau RON (Research Octane Number) 88, yang dikabarkan bakal dilakukan pada 2021. Hal tersebut berkaitan dengan standar emisi gas buang.
Namun isu penghapusan Premium bukanlah hal baru.
Menurut keterangan Ketua Komisi 7 DPR RI, Sugeng Suparwoto mengungkapkan adanya tarik menarik kepentingan terkait bensin Premium.
Oleh karenanya komisi yang dipimpinnya berupaya untuk mengesahkan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan.
“Dalam fungsi legislasi jelas, kami Komisi 7 sudah habis-habisan mendorong agar UU Energi Baru Terbarukan tuntas,”
“Setidaknya dalam dua masa sidang ini, artinya paling lambat hanya setahun. Tarik menariknya luar biasa ini, saya merasakan betul di DPR,”
Baca Juga: Wacana Penghapusan Premium 2021, YLKI Sebut Harusnya Sejak 24 Tahun Lalu
“(Misalnya) ngapain ini dibahas, bukan yang ini bukan yang itu, dan sebagainya,” sebut Sugeng, dalam diskusi virtual (27/11/2020), yang dihelat Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Lantas dipertanyakan, mengapa susah sekali? Seperti apa tarik menarik yang dimaksud?
“Banyak sekali kelompok kepentingan, misalnya berupa trading yang sudah menyiapkan infrastrukturnya. Lalu bagaimana dengan aset-aset yang kalau ini (Premium) dihapus,”
“Akhirnya kita sepakati, oke kita ke RON tinggi tapi bertahap. Jawaban kompromistisnya begitu, dengan berbagai logika ekonomi,” jawab Sugeng.
Bukan hanya soal (memberatkan-red) wacana penghapusan Premium, kelompok-kelompok yang berkepentingan ini, juga masuk secara politik.
“Nah kalau kita bicara politik hari ini adalah politik minyak dan batubara. Ini adalah fakta-fakta yang kita alami semua. Contohnya, bagaimana di tingkat kilang Pertamina, itu komponen biayanya banyak sekali, yang membuat biaya produksi BBM menjadi mahal,” ungkapnya.
Ia melanjutkan, kalau mau di rentangkan lagi banyak sekali, hal-hal yang menjadi tarik-menarik kepentingan.
“Dari sisi kapal saja, pemiliknya siapa nanti Anda bakal tercengang-cengang, dan sebagainya,”
“Tapi kita semua berbahagia, karena bapak Presiden Joko Widodo firm dalam hal ini, dalam konteks Paris Agreement (COP 21) dengan berbagai turunannya,” sebut Sugeng.
Masih menurutnya, dalam berbagai kesempatan Pertamina sering ditanya Presiden Jokowi. “Misalnya, kok enggak bisa ini dan itu, lalu kenapa upgrade kilang yang paling berhasil baru Kilang Cilacap untuk Euro 4,” lanjutnya.
Baca Juga: BBM Premium Bakal Dihapus Mulai 1 Januari 2021, Dilakukan Bertahap
Ia meneruskan, Komisi 7 DPR RI sepakat dengan Kementerian ESDM, bagaimana di tahun 2022 setidaknya tersedia 50% desa ada Pertashop.
Termasuk soal harga jual BBM agar lebih terjangkau.
“Ini di Pertamina soal crude kita bedah. Pertamina harus menyerap semua crude dalam negeri,”
“Bahkan kami mengingatkan Pertamina, misalnya kapal paling tua adalah usia di bawah 25 tahun, sesuai ketentuan,” bebernya lagi.
Lebih lanjut Ia juga menyoroti BBM Premium 88 yang merupakan mandatori pemerintah, sehingga kerap dijadikan alasan untuk tak kunjung dihapus.
“Kalau hanya sebatas mandatori, tetapi tanpa melakukan break trough hal-hal tertentu, target-target kuantitas yang juga mencerminkan kualitas itu bakal non sense tercapai,” terang Sugeng.
Kemudian dipertanyakan, menurut Anda berapa harga BBM RON 92 (Pertamax-red) yang pantas dijual? Jika konteksnya ingin menarik lebih banyak konsumen yang beralih ke BBM berkualitas?
“Rp 6.500, kalau Pertamina melakukan efisiensi di berbagai sektor, dan itu memang harus kesana,” jawabnya tegas.
Lantas sebetulnya sektor apa yang banyak membebani Pertamina, sehingga harus diefisiensi? “Kalau di kilang itu di crude-nya,”
Baca Juga: Produksi Pertamax di Kilang Cilacap Naik, Pertanda Premium Tersisih?
“Pertamina diberi keleluasaan untuk memasak crude apa saja, misalnya kalau harus impor kenapa tidak saat harga crude dunia rendah,” katanya melanjutkan.