Otomotifnet.com - Wacana mengenai kenaikan tarif parkir di DKI Jakarta sedang ramai diperbincangkan akhir-akhir ini.
Karena jika wacana tersebut disetujui, maka tarif parkir DKI Jakarta per jam akan naik jadi Rp 60 ribu rupiah untuk mobil dan Rp 40 ribu rupiah untuk motor.
Kenaikan tarif parkir menjadi Rp 60 ribu dan 40 ribu per jam tadi tidak ditentukan sembarangan, melainkan melalui serangkaian studi.
Yaitu dari hasil kajian dan survei menggunakan metode ability to pay (ATP) dan willingness to pay (WTP) di 25 koridor dengan 115 ruas jalan pada tahun 2018-2019.
Kajian dan survei tersebut menunjukkan penurunan yang signifikan dari penggunaan mobil dan motor pribadi bila diterapkan tarif parkir Rp 60 ribu dan 40 ribu per jam di DKI Jakarta.
Baca Juga: Tarif Parkir di Jakarta Bakal Naik Jadi Rp 60 Ribu/Jam, Asosiasi Parkir Setuju, Ada Tapinya
"Tapi itu baru usulan dan baru menerima masukan saran dan pendapat karena masih banyak pro dan kontra," ucap Kepala UP Perparkiran DKI Jakarta Adji Kusambarto (21/6/2021).
Salah satu pihak yang mencoba memberikan masukan adalah Rio Octavian selaku Ketua Indonesia Parking Association (IPA).
“Kami mendukung dan mengapresiasi pemerintah sudah melibatkan konsultan dan praktisi yaitu pengusaha parkir dan properti dalam kajian mengenai nominal tarif parkir dan minat konsumen,” buka Rio ketika dihubungi tim redaksi (20/6/2021).
“Tapi kalau mau lebih komprehensif, mungkin dari pihak Pemprov mau duduk bareng melakukan mediasi dengan kami dan teman-teman di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), ini lebih bagus lagi,” imbuh Rio.
Rio menjelaskan, alasan IPA berharap Pemprov DKI Jakarta mau melibatkan KPPU adalah terkait dengan pelayanan kepada konsumen.
Baca Juga: Ramai Wacana Tarif Parkir Rp 60 ribu Per Jam di Jakarta, Berlaku Kapan?
Pasalnya, IPA khawatir bahwa rencana kenaikan tarif parkir DKI Jakarta menjadi Rp 60 ribu dan Rp 40 ribu per jam bisa menyebabkan persaingan tidak sehat di antara pengusaha parkir.
Di mana hanya pengusaha parkir dengan modal atau kapital besar saja yang nantinya bisa bertahan karena kenaikan tarif parkir DKI Jakarta bisa mengakibatkan penurunan pendapatan.
“Meskipun jumlah pendapatan per kendaraannya akan bertambah, tapi jumlah atau minat pengguna parkir-nya pasti berkurang karena memang itu tujuan kebijakan ini,” terang Rio.
Sistem bagi hasil antara operator dan pemilik lahan yang kurang berpihak kepada pengusaha parkir juga dinilai dapat memperbesar masalah tersebut.
“Contohnya dari laba bersih yang diperoleh dari bisnis parkir di daerah pusat bisnis yang besar, paling kami (penyedia jasa) hanya menerima 1 hingga 5 persen dari jumlah laba bersih tersebut,” ungkap Rio.
Baca Juga: Kijang Innova Ditinggal Parkir, Pemilik Syok, Duit Rp 20 Juta di Kabin Lenyap
“Akhirnya akan kuat-kuatan modal dan UMKM yang kapitalnya tidak terlalu besar yang akan dikorbankan,” ujarnya.
“Lantas apa pengaruhnya ke pengguna jasa atau masyarakat? Ya pelayanannya. Ketika pemasukan dari bagi hasil tadi jadi semakin kecil, maka pelayanan yang diberikan lama-kelamaan bisa ikut menurun juga,” pungkas Rio.