Begini Skema Pungutan Pajak Karbon, Tak Lagi Soal Bentuk Bodi Mobil

Harryt MR - Kamis, 12 Agustus 2021 | 19:20 WIB

(Ilustrasi) Uji emisi Toyota di bengkel Auto2000 (Harryt MR - )

Otomotifnet.com - Seperti diberitakan sebelumnya, Pemerintah mewacanakan pungutan pajak karbon pada sektor otomotif dan transportasi. Implementasi kebijakan pajak karbon, dikabarkan bakal berlaku mulai Oktober 2021.

Yakni akan masuk dalam penetapan tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Alhasil pungutan PPnBM bukan lagi soal bentuk bodi ataupun jenis mobil.

Namun dihitung berdasarkan emisi gas buang yang dihasilkan kendaraan.

“PP 73/2019 yang berlaku 16 oktober 2021 tidak lagi mengacu pada jenis kendaraan, tapi emisi gas buang,” jelas Jongkie Sugiarto, Ketua I Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia).

Baca Juga: Siap-Siap, Bayar Pajak Mobil Akan Dihitung Berdasarkan Emisi Karbon

Masih menurut Jongkie, regulasi tersebut diharapkan dapat mendorong diversifikasi produk mobil yang dipasarkan di Indonesia.

“(Sekaligus) nanti sedan bisa laku dengan harga terjangkau, kemudian bisa ekspor,” imbuhnya dalam sebuah webinar yang dihelat Kementerian Perdagangan (10/6/2021).

Detail skema pungutan pajak karbon mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 tahun 2019.

Yaitu tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai PPnBM.

Tarif PPnBM dalam PP 73/2019, berkisar 15-70% untuk kendaraan bermotor angkutan orang. Adapun besaran tarif PPnBM tersebut terdiri dari delapan bab dan 47 pasal.

Menitik beratkan jumlah emisi gas buang yang dihasilkan, serta konsumsi bahan bakar. Alhasil besaran tarif PPnBM bisa berbeda-beda tiap jenis ataupun model kendaraan.

Rinciannya semua mobil dengan kapasitas mesin di bawah 3.000 cc dikenakan PPnBM 15 persen, jika mampu meraih efisiensi BBM 15,5 km per liter, atau emisi CO2 di bawah 150 gram per km.

Dilanjut pengenaan PPnBM 20 persen, jika mobil mampu menenggak BBM 11,5-15,5 per liter, serta emisi gas buang CO2 yang dihasilkan 150-200 gram per km.

Baca Juga: Wow! Kontribusi Industri Kendaraan Listrik Diproyeksikan Cuan Gede

Lalu pengenaan PPnBM 25 persen, asalkan mobil sanggup menenggak BBM 9,3-11,5 km per liter atau CO2 yang dihasilkan 200-250 gram per liter.

Kemudian pengenaan PPnBM 40 persen, bila mobil tidak sanggup meraih efisiensi BBM 9,3 km per liter, atau CO2 yang dihasilkan lebih dari 250 gram per km.

Berikutnya khusus untuk mobil-mobil bermesin 3.000-4.000 cc mutlak dikenakan PPnBM mulai dari 40 persen hingga 70 persen.

Pun begitu diatur besaran PPnBM untuk Kendaraan Bermotor Roda Empat Hemat Energi dan Harga Terjangkau (KBH2), alias Low Cost Green Car (LCGC).

LCGC kena PPnBM 15 persen, dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar 20% dari harga jual.

Adapun syarat efisiensi bahan bakar bensin LCGC minimal 20 km per liter, tingkat emisi CO2 sampai dengan 120 gram per kilometer, untuk kapasitas isi silinder sampai dengan l.200 cc.

Nah dengan adanya revisi tersebut maka, pungutan PPnBM dihapuskan atau ditanggung pemerintah.

PPnBM dipungut sebagai pemasukan pajak kepada Pemerintah pusat, termasuk pula Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Baca Juga: Ada Penghapusan Denda Pajak di Jakarta, Dibatasi Sampai Tanggal Segini

Adapun pemerintah daerah berhak memungut Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), serta Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).

Semua instrumen pajak tersebut dibebankan kepada konsumen, yang dibayarkan dalam komponen harga mobil baru.