Transmisi CVT Vs AT Konvensional, Ini Kelebihan & Kekurangannya!

Andhika Arthawijaya - Selasa, 30 November 2021 | 20:30 WIB

Ilustrasi konstruksi bagian dalam transmisi CVT (Andhika Arthawijaya - )

Otomotifnet.com – Kini hampir semua pabrikan mobil yang tadinya menggunakan transmisi otomatis konvensional (torque converter) pada line up mereka, kini mulai beralih menggunakan transmisi CVT (Continuous Variable Transmission).

Sebut saja Toyota yang kini mengaplikasi transmisi Dual CVT pada Low MPV terbaru mereka, yakni All New Avanza-Veloz.

Lalu Mitsubishi yang mengganti transmisi AT konvensional pada Xpander terbaru jadi CVT.

Sementara Honda sudah lebih dulu mengusungnya pada hampir semua produknya.

Baca Juga: Memang Sih Avanza dan Xpander Baru Sama-sama Pakai CVT, Tapi Beda Cara Kerjanya

Begitu juga dengan pabrikan-pabrikan lain yang rata-rata sudah menggunakan transmisi matik jenis yang sama (CVT).

Namun meski punya keunggulan lebih halus dari segi akselerasi dan irit BBM, namun seiring perjalanan rupanya tak sedikit pemilik mobil yang yang berpendapat transmisi matik jenis konvensional justru lebih kuat dan andal ketimbang jenis CVT.

Hal tersebut didasari oleh seringnya kejadian transmisi jenis CVT mengalami kerusakan lebih cepat dibanding matik biasa.

Benarkan CVT lebih “cengeng” dibanding jenis torque converter?

Dok. OTOMOTIF
Ilustrasi konstruksi transmisi otomatis torque converter

Perlu diketahui, baik transmisi CVT maupun AT konvensional prinsip kerja dasarnya sama-sama mengandalkan tekanan oli.

Yang membedakan adalah konstruksi dan cara kerja teknisnya. CVT mengandalkan puli dan belt baja, sedangkan AT konvensioanl menggunakan planetary gear.

Sehingga pembentukan rasio gigi atau percepatannya berbeda.

Menurut Hermas Efendi Prabowo, punggawa Worner Matik di Bintaro, Tangsel, kala diwawancarai Tim Otoseken, kelebihan transmisi CVT terletak pada pergantian rasio gigi yang secara continue atau berkesinambungan.

Baca Juga: Perbaikan Transmisi CVT Bikin Suami Istri Berantem, APM Dengarkan Saran Bengkel Spesialis

Dok. Autobild Indonesia
Ilustrasi transmisi CVT Honda Mobilio

“Jadi tidak ada rasio gigi bertingkat seperti di AT konsional. Di CVT tidak terasa perpindahannya,” jelasnya. Makanya membuat akselerasi mobil jadi lebih halus (smooth).

Selain itu, lantaran transmisi CVT cenderung bekerja di putaran mesin yang rendah, efek positifnya membuat efisiensi bahan bakar jadi lebih irit.

Tapi kekurangannya, akselerasi jadi kurang responsif jika dibandingkan matik konvensional.

Hal ini dikarenakan sistem transmisi CVT yang serba elektrik yang dikontrol oleh komputer. Kecuali mobil tersebut sudah disematkan fitur tiptronic dengan paddle shift.

Disamping itu, "Transmisi CVT kalau rusak biaya perbaikannya lebih mahal. Biasanya di CVT kalau ada yang rusak, komponen yang bermasalah bisa merambat ke komponen lain," terang Hermas lagi.

Contoh ketika sabuk bajanya putus saat mobil dikendarai, serpihannya bisa merusak bagian lain.

Dan apesnya lagi, bila sabuk baja putus mesti ganti satu set dengan pulinya, tidak bisa belt bajanya saja.

Kemudian karena transmisi CVT umumnya dirancang untuk daerah perkotaan yang jalannya cenderung datar, banyak yang menuding umur CVT akan lebih pendek jika sering dibawa ke tempat menanjak, atau mobil sering digeber secara spontan.

Baca Juga: Ini Alasan Kenapa Suzuki Masih Pertahankan Transmisi AT Konvensional Pada All New Ertiga

Dok / OTOMOTIF
Kerusakan belt atau pully kerap terjadi pada transmisi CVT

Hal tersebut lantaran sabuk bajanya dianggap tak sekuat planetary gear pada AT konvensional dalam menerima beban.

Namun menurut Bonar Pakpahan, Product Expert PT Hyundai Motor Indonesia (HMID), lain soal jika menggunakan jenis rantai seperti yang diaplikasi pada low SUV terbaru Hyundai, yakni Creta.

“Creta menggunakan jenis chain pulley system pada transmisi IVT-nya (Intelligent Variable Transmission).”

“Rantai ini disusun sedemikuian rupa jadi seperti sabuk baja. Lebih kuat dibanding sabuk baja pada umumnya,” yakinnya.