“Sampai saat ini, belum ada sanksi hukum bagi orang tua yang mengizinkan anaknya yang usianya belum pantas (di bawah umur) untuk menjadi pengemudi mobil atau sepeda motor. Orang tua baru hanya mendapatkan sanksi moral. Itu terjadi ketika mengizinkan anak di bawah umur yang kemudian menjadi pelaku kecelakaan lalu lintas di jalan,” ujar Edo.
Menurut Edo, keluarga atau orang tua harus menjadikan keselamatan sebagai budaya, termasuk saat berlalu lintas di jalan.
Baca Juga: Biar Tak Rentan Digugat Pengendara, Penerapan ETLE Bakal Diperkuat
“Lewat cara itu, akan lebih mudah mengajak anak-anak untuk tidak berkendara sebelum memiliki surat izin mengemudi (SIM),” katanya. Lebih lanjut lagi, Edo menegaskan, masyarakat harus memperbaiki diri untuk terus membangun budaya keselamatan di jalan raya.
“Akar dari keselamatan adalah mematuhi aturan, yakni menguasai teknik berkendara yang mumpuni dan santun saat berlalu lintas. Sedangkan polisi hendaknya lebih tegas, konsisten, kredibel, transparan, dan tidak pandang bulu ketika menegakkan aturan di jalan raya,” ucapnya.
Dengan tidak adanya SIM tentunya bocah belasan tahun itu bisa dikatakan tidak layak untuk mengendarai kendaraan di jalan raya.
Aturan ini sebagaimana diterangkan di dalam Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Dalam pasal 81 ayat (2) dijelaskan bahwa Syarat usia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan paling rendah sebagai berikut, usia 17 tahun untuk SIM A,C, dan D.
Sedangkan untuk SIM BI minimal berusia 20 tahun, kemudian usia 21 untuk SIM BII.