Otomotifnet.com - Ramai di medsos bocoran harga bahan bakar minyak (BBM) terbaru.
Disebut-sebut, Pertalite bakal naik jadi Rp 10 ribu/liter dari yang awalnya Rp 7.650/liter.
Lalu harga Pertamax akan menjadi Rp 16 ribu/liter dari yang awalnya Rp 12.500/liter.
Juga, Solar naik Rp 7.200/liter dari sebelumnya Rp 5.150/liter.
Meski begitu, bocoran tersebut belum bisa dipastikan apakah itu fakta atau hoax.
Karena kenaikan isu BBM sendiri sudah berembus sejak awal bulan Agustus 2022, ketika Presiden Joko Widodo dan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati kompak menyebut subsidi BBM membuat Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) bengkak.
Tentu saja, kenaikan BBM yang cukup signifikan ini membuat netizen banyak mengeluarkan pendapat.
Sebagian besar dari mereka mengatakan, harga baru itu membuat mengkis-mengkis atau biasa disebut 'Mengkis Dua'.
Istilah ini lagi hits di medsos yang artinya terengah-engah atau tidak kuat.
“Bakal kerasa banget kalau di Yogyakarta. Soalnya, kita tidak betul-betul punya transportasi umum yang benar-benar siap seperti di Jakarta. Ke mana-mana harus pakai motor dan mobil pribadi,” beber netizen.
“Kalau benar, berasa juga ya, yang tadinya idealis pakai Pertamax karena tidak mau pakai yang subsidi, bisa mengkis-mengkis juga,” tutur yang lain.
“Ini para wakil rakyat mau ikutan rakyatnya naik transportasi umum gak ya. Harga bensin sudah sulit masuk logika,” tambah netizen.
“Naik T-rex aja po ya,” tanya netizen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan bahwa subsidi energi yang telah ditambah menjadi Rp 502,4 triliun berisiko kurang seiring dengan kuota BBM yang semakin tiris dan tingginya harga minyak.
Sayangnya, pemerintah belum memberikan kepastikan kenaikan harga BBM Solar dan Pertalite yang selama ini dinilai sebagai penambah beban subsidi ratusan triliun.
Total subsidi dan kompensasi berdasarkan Perpres 98/2022 nilainya mencapai Rp 502,4 triliun.
Nilai ini naik tiga kali lipat lebih dari subsidi dan kompensasi berdasarkan APBN 2022 awal yang hanya sebesar Rp 152,5 triliun.
Mencermati perkembangan terkini, Sri Mulyani mengungkapkan harga minyak mentah masih terus naik akan mencapai USD 105/barel pada akhir tahun, lebih tinggi dari asumsi makro pada Perpres 98/2022, yaitu USD 100/barel.
Kemudian, nilai tukar dolar AS terhadap rupiah juga berada di angka Rp 14.700, lebih tinggi dari asumsi sebesar Rp 14.450.
Sejalan aktivitas ekonomi yang makin pulih dan mobilitas yang meningkat, kuota volume BBM bersubsidi yang dianggarkan dalam APBN 2022 diperkirakan akan habis pada Oktober 2022.
Jika harga BBM dan LPG tidak naik atau subsidi tidak dikurangi nilainya mencapai Rp 698 triliun, atau kurang Rp 195,6 triliun dari perkiraan awal.
"Apabila terus dibiarkan, anggaran subsidi dan kompensasi harus ditambah. Namun, masalahnya, siapa yang menikmati anggaran subsidi ini? Dari data yang ada, ternyata, BBM bersubsidi lebih banyak dinikmati oleh golongan masyarakat yang lebih mampu. Anggaran subsidi jadi salah sasaran dan tidak adil. Bukan mengurangi kemiskinan, tapi justru menciptakan kesenjangan," ungkap Sri Mulyani dalam laman Instagram @smindrawati (28/8/2022).
Di sisi lain, ia berpandangan anggaran sebesar Rp 502,4 triliun untuk subsidi energi sebenarnya bisa dipakai untuk membiayai begitu banyak pembangunan yang lebih bermanfaat bagi masyarakat luas dan tepat sasaran.
"Untuk itu, kebijakan subdisi dan kompensasi akan disesuaikan agar APBN dapat memberikan lebih banyak manfaat bagi masyarakat," ujarnya.
Adapun, pemerintah belum memberikan kepastian terkait dengan pengumuman kenaikan harga BBM, Solar dan Pertalite.
Sebelumnya, Presiden Jokowi telah menegaskan bahwa pihaknya masih melakukan hitung-hitungan terkait dengan pengembangan sistem melalui aplikasi, supaya penerima subsidi bisa lebih tepat sasaran.
Pasalnya, dia melihat penggunaan BBM seperti Pertalite dan Solar Subsidi masih dipakai untuk mobil-mobil mewah.
"Kalau subsidi bisa masuk ke orang, bisa tepat sasaran. Misalnya Pertalite, mobil-mobil mewah masih mengisi bahan bakar dengan Pertalite"
"Harusnya kan ndak seperti itu. Harusnya kaya solar yang berkaitan dengan truk untuk transportasi barang atau bus untuk transportasi orang mestinya seperti itu," ungkap Jokowi.
Presiden Jokowi lantas mengungkapkan kendala yang dialami pemerintah.
Menurutnya, untuk menyasar subsidi ke orang yang berhak saat ini problemnya masih terdapat di data.
Alhasil, kementerian atau lembaga masih ragu-ragu mengambil tindakan dalam pemberian subsidi BBM tepat sasaran ke orang.
Baca Juga: Penasaran, Segini Harga Asli Pertalite Kalau Enggak Disubsidi Pemerintah