Selain memberi penekanan pada para jukir, pihaknya meminta pelancong agar memarkirkan kendaraan di parkiran resmi.
Pasalnya, perilaku parkir sembarangan, khususnya di tempat-tempat yang ilegal, berpotensi dimanfaatkan oleh orang-orang tidak bertanggung jawab dengan mematok tarif parkir di luar batas.
"Minta karcis, tanya kejelasan tarif. Tapi, kalau ada tanda larangan parkir, kemudian dia masuk ke situ, ya, tentu salah," bebernya.
"Selain bisa ditindak, dengan penempelan stiker dan penggembosan, mereka juga bisa menjadi korban orang-orang tidak bertanggung jawab, yang bukan jukir (resmi) kita," ungkap Kadishub.
Hanya saja, ia tidak menampik, ketersediaan lahan perparkiran, terutama di pusat perkotaan dan sekitar Malioboro, memang sangat terbatas.
Menurutnya, parkiran resmi Ngabean, Sriwedani, Senopati sampai Abu Bakar Ali, tidak akan sanggup menampung lonjakan pelancong yang datang selama Natal dan Tahun Baru.
"Tidak mungkin bisa menampung, sementara semua orang pasti ingin ke Malioboro. Jadi, masyarakat yang ingin menikmati malam tahun baru di Malioboro, lebih baik mengakses transportasi umum, karena TKP kita kapasitasnya terbatas, ya," tandas Agus.
Ketua Forum Komunikasi Petugas Parkir Yogyakarta (FKPPY), Ignatius Hanarto, menuturkan pihaknya telah mengkoordinasikan hal itu dengan para anggotanya, yang merupakan jukir resmi dan terdaftar.
Ia berujar, semua sudah diberi arahan agar melayani wisatawan dengan baik, sepanjang libur akhir tahun.
"Anggota kami ada sekitar 900 jukir. Semuanya resmi, ya, baik itu yang aktivitasnya di tepi jalan umum atau tempat khusus parkir," ujarnya.
"Sudah kami ingatkan, jangan sampai ada yang nuthuk tarif," tegasnya.
Dijelaskannya, selaras aturan yang tertera dalam Perda No 1 Tahun 2020 tentang Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum dan Perda No 2 Tahun 2020 tentang Retribusi Tempat Khusus Parkir, semua lokasi perparkiran resmi di Kota Yogyakarta pun sudah menerapkan tarif dasarnya secara normal.
"Sepeda motor Rp 2 ribu, semua kawasan 1, 2 dan 3. Roda empat Rp 3 ribu, ya, yang tepi jalan umum," urainya.
"Kalau yang TKP, misal ABA Senopati, Ngabean dan Limaran, biasanya progresif itu," tandas Hanarto.
"Biasanya satu jam pertama segitu, kemudian jam berikutnya naik 50 persen. Kalau untuk bus itu rata-rata R p75 ribu, ya, yang ukurannya besar, kalau bus tanggung Rp 40 ribu," tandasnya.
Baca Juga: Malioboro Jogja Mencekam, Daihatsu Ayla Bikin Andong Jumpalitan, Kuda Kejepit