"Saya sekarang lebih sering membeli Pertalite. Soalnya perbedaan harganya lumayan," tuturnya.
"Dulu ya beli di Pertashop saat masih Rp 9.000 per liter," kata Vian.
Ketua Himpunan Pertashop Merah Putih Indonesia (HPMPMI) DIY, Satya Prapanca mengakui setelah tumbuh pesat, tidak sedikit Pertashop yang tutup.
Menurutnya, hal itu banyak terjadi di Indonesia.
Di Gunungkidul ada tiga unit yang tutup meliputi Pertashop di Semanu, Nglipar dan Karangmojo.
Sebab warga memilih membeli Pertalite yang harganya Rp 10.000, dibandingkan Pertamax Rp 13.900 per liternya.
"Sewaktu Rp 9.000 sehari bisa menjual 600 liter. Tapi sekarang bisa menjual 100 liter per hari sudah bagus," kata Satya.
Lebih lanjut dia mengatakan tutupnya Pertashop karena sulitnya pengusaha membagi hasil penjualan untuk biaya operasional.
Apalagi tak sedikit yang membuka usaha dari meminjam bank.
Dijelaskannya, satu pPertashop standar bisa menghabiskan biaya Rp 500 juta.