Otomotifnet.com - Sebuah Toyota Avanza digebuki massa secara rame-rame.
Warga geram karena 3 orang dewasa di dalam kabin Avanza tersebut masih suka main Polisi-polisian.
Ketiga orang tersebut mengaku-ngaku sebagai anggota Polisi.
Video amukan massa itu sempat viral di media sosial dan dilaporkan terjadi di Jl Lontar, Lidah Kulon, Lakarsantri, Surabaya.
Tepatnya di pintu masuk Perumahan Citraland, (27/5/23) lalu.
Identitas ketiganya yakni NDPH (31) warga Tandes, Surabaya; OD (35) warga Semampir, Surabaya; dan KVGF (31) warga Pare, Kediri.
Avanza nopol L 1888 WY yang ditumpangi ketiga hancur diamuk massa.
Setelah Polisi melakukan penyelidikan, akhirnya terungkap mereka adalah komplotan kejahatan pemerasan yang mengaku sebagai anggota Polisi.
Menurut Kapolsek Lakarsantri, Kompol Hakim dua dari mereka pernah terlibat kasus hukum di Polrestabes Surabaya.
Hakim menerangkan, tersangka OD merupakan residivis kasus narkotika beberapa tahun lalu.
Kemudian, NDPH terdaftar sebagai tersangka atas Laporan Polisi (LP) penipuan dalam catatan milik SPKT Mapolsek Wonokromo.
"Kami amankan sajam. Dan HP milik tersangka. Ada 1 residivis kasus narkoba (tersangka OD). Ada 1 tersangka lain yang LP nya muncul di Polsek Wonokromo, kasus 378 soal penipuan penggelapan," jelas Hakim, (14/7/2023).
Sedangkan untuk KVGF, kata Hakim, memiliki kecenderungan orientasi seksual berbeda, yakni suka sesama jenis.
KVGF merupakan pekerja salon kecantikan di Kota Kediri.
Kronologi berawal saat para tersangka menjemput korban di sebuah hotel kawasan Kecamatan Dukuh Pakis, Surabaya.
Kemudian diajak berkeliling Kota Surabaya, namun di tengah perjalanan, korban dipaksa menyerahkan sejumlah uang senilai Rp 15 juta.
Jika tak menuruti keinginan para tersangka. Tersangka OD dan NDPH yang berlagak sebagai anggota Polisi bakal membawanya ke markas kepolisian setempat untuk ditangkap.
"Ini kekerasan dengan perampasan. Kejadian Mei, depan SPBU. Hampir 2 bulan, dan sudah tahan 2, atau sudah P-21," ujar Hakim di Mapolsek Lakarsantri, (14/7/23).
Namun, lanjut Hakim, upaya ketiga tersangka itu gagal total saat si korban berhasil meloloskan diri dengan cara membuka paksa pintu mobil, hingga terjatuh ke jalanan aspal.
Momen tersebut, akhirnya membuat nyali korban muncul untuk meminta bantuan warga.
Lalu meneriaki Toyota Avanza para tersangka.
Sehingga terjadi aksi pengejaran yang dilakukan oleh para warga yang bersimpati kepada korban.
Avanza yang dipakai para tersangka sempat menyerempet dan menabrak pengendara lain di sepanjang jalan yang mereka lewati.
Hingga akhirnya berakhir di dekat patung belalai Citraland, Surabaya.
"Mereka takut diteriaki maling, malah nambah kecepatan sampai menabrak mobil warga. Informasi yang saya dapat, ada 5 mobil ditabrak, tapi yang lapor ke kami 2 mobil," katanya.
Saat diinterogasi, ternyata ketiga tersangka merupakan warga sipil biasa, namun mengaku sebagai anggota Polri sebagai modus operandi pemerasan.
"Ini adalah modus operandi. Orang umum warga biasa. Tidak ada dari kesatuan (kepolisian) lain. Mereka mengaku Polisi untuk menyelesaikan masalah dan meminta uang," terangnya.
Disinggung mengenai hubungan antara korban dengan tersangka KVGF.
Hakim tak menampik, pihak tersangka KVGF memiliki kecenderungan orientasi seksual berbeda.
Sehingga, meskipun keduanya berjenis kelamin laki-laki, namun mereka memiliki hubungan laiknya pacar.
"Yang disasar adalah orang-orang tertentu di penginapan. Karena salah satu tersangka yang kami tangkap adalah penyuka sesama jenis," pungkas Hakim.
Sementara itu, tersangka KVGF mengaku, mengenal korban hampir setengah tahun sebelum menjalankan aksinya, yakni kisaran pertengahan tahun 2022 silam.
Ia berkenalan dengan korban melalui sebuah aplikasi pertemanan khusus pria berinisial nama aplikasi androidnya WL.
Tersangka KVGF akhirnya mengajak korban berkencan di sebuah hotel kawasan tersebut.
Namun, ia bersiasat melakukan pemerasan terhadap korban dengan mengajak dua temannya bermodus mengaku sebagai Polisi.
"Ketemu korban lewat aplikasi Walla. Kenalan langsung ketemu. Sama korban kenal 5-6 bulan. Belum pernah kencan. Baru pertama kali itu," katanya.
Ditanyai mengenai alasan dan metode tersangka menerapkan modusnya. Tersangka NDPH kerap berdalih, melakukan kejahatan tersebut secara spontanitas saja.
Bahkan, ia juga berdalih, aksi kejahatan tersebut, baru pertama kali dilakukannya. Sebelum akhirnya ditangkap pihak kepolisian.
"Enggak ada. Spontan aja (mau meras). Cara ancamannya gak gimana-gimana. Saya cuma minta uang Rp 15 juta, kita ngaku Polisi, agar dia mengeluarkan uang," ujarnya.
Seandainya kejahatannya berhasil. Ia mengaku akan memanfaatkan uang hasil rampasan tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Mulai dari makan, membayar sewa kos, dan membeli skincare kecantikan untuk wajah termasuk tubuhnya.
Tersangka KVGF mengaku, penghasilannya sebagai pekerja salon kecantikan di Kota Kediri, yang pas-pasan, tidak dapat mencukupi kebutuhan hidupnya.
"Ya buat perawatan, makan, kos. Saya (kerja) salon kecantikan di daerah Kediri. Baru datang (di Surabaya) 1 bulan sebelum kejadian. Ya dia korban mau ketemu, ya saya ajak ketemu," pungkasnya.
Di lain sisi, tersangka NDPH mengatakan, dirinya bertugas sebagai sopir dalam komplotan tersebut.
Sejak awal ia tak mengetahui apa-apa. Hanya saja pada malam itu, dirinya diajak oleh tersangka KVGF untuk menjemput di sebuah hotel dan diminta berlagak sebagai anggota Polisi.
"Spontan aja. Ya spontan aja, cuma dibuat menakut-nakuti. Saya ketemu di apartemen sama KV. Lalu saya disuruh mengaku sebagai Polisi. Saya dan KV baru sekali. Uang buat modal memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kenal KV, berusan kenal, ya 1 bulanan," ujar tersangka NDPH.
Baca Juga: Toyota Avanza Babak Belur Diamuk Massa, Kelakuan Sopir Tergambar Dari Video