"Kita budaya hukum berlalu lintas masih permisif, karena praktik penyuapan atau 'damai' masih banyak terjadi," ucap Sudaryono dikutip dari Kompas.com, (24/7/23).
"Ini menyebabkan sebagian pengguna kendaraan tidak takut untuk menggunakan pelat palsu, karena jika ketahuan risikonya kecil," kata Leopold.
Leopold menambahkan, ada beberapa alasan mengapa pelat nomor palsu kerap digunakan.
1. Untuk gagah-gagahan.
2. Menghindar dari kewajiban pajak.
3. Sebagai bagian dari aksi kejahatan.
4. Untuk mendapatkan hak istimewa di jalanan.
Menurutnya, perlu untuk menaikkan besaran denda atau sanksi dari pelanggaran tersebut.
Tapi, yang paling penting lagi adalah menghapuskan praktik suap.
"Sanksinya perlu lebih serius dan yang terpenting praktik penyuapan ditolak. Sebab, menaikkan sanksi tapi penyuapan masih terjadi ya sama saja.," sarannya.
"Malah justru nilai penyuapan akan bertambah," kata Leopold.
Dikutip dari tilemlawfirm.com, di negara bagian New York, penggunaan pelat nomor palsu bisa mendapatkan hukuman maksimal berupa penjara 4t tahun atau denda 5.000 dolar AS atau sekitar Rp 75 jutaan.
Sementara di Inggris, dikutip dari number1plates.com, penggunaan pelat nomor yang ilegal bisa dikenakan denda mulai 100 poundsterling hingga 1.000 poundsterling atau sekitar Rp 1,9 jutaan hingga Rp 19 jutaan.
Begitu pula di Singapura, dikutip dari straitstimes.com, penggunaan pelat nomor palsu bisa dikenakan denda hingga 5.000 dolar Singapura atau sekitar Rp 56 jutaan, atau penjara 12 bulan, atau bisa juga keduanya.
Baca Juga: Adu Masa Berlaku SIM di Negara ASEAN, Indonesia Diketawain Malaysia dan Singapura