Otomotifnet.com - Beberapa waktu yang lalu OTOMOTIF mendapat pinjaman ‘mainan’ baru dari PT. Benelli Motor Indonesia.
Sebuah motor bergenre cruiser berkapasitas mesin 250 cc. Tak lain dan tak bukan Benelli Patagonian Eagle.
Dibaderol Rp 38,8 juta OTR Jakarta, Patagonian Eagle dipasarkan secara CKD (Completely Knock Down) dari negeri Tirai Bambu.
Seperti apa impresi berkendara motor ini setelah kami pakai mengarungi belantara Ibu Kota dan turing ke Ciletuh, Jawa Barat?
Simak ulasannya! (Tim OTOMOTIF)
Desain
Impresi pertama saat melihat motor ini, terlihat kesan khas cruiser yang gagah.
Setang menjulang, tangki model tear drop, dengan sandaran di jok belakang, menguatkan tampilan motor penjelajah.
Sekilas mengingatkan kami akan ‘Mandragade’, sebuah serial televisi yang pernah dibintangi oleh komedian senior, Mandra.
Menceritakan tentang seorang biker dengan motor besarnya yang selalu siap membantu orang lain.
Test Ride Kymco Downton 250i, Ini Dia Pesaing Yamaha XMAX
Kemudian sebuah kewajiban bagi motor dengan genre ini, Benelli tak luput memberi sentuhan krom pada part-part yang menempel.
Seperti spion, panel instrumen, daerah sekitar tombol-tomnbl, lis lampu, mesin, sampai ke knalpot twin muffler-nya yang manis dipandang.
Sedikit berselancar mencari referensi di dunia maya, Patagonian Eagle agaknya mengambil inspirasi desain dan mesin dari Honda Rebel CMX250 generasi pertama yang muncul pada era 80-an.
Ada beberapa catatan dalam desain, seperti sepatbor depan dan belakang serta lampu sein yang terlihat sedikit kebesaran sehingga mengganggu penampilan.
Meski begitu, Benelli patut diapresiasi karena dapat menghadirkan sebuah motor cruiser dengan dimensi proporsional secara keseluruhan.
Tidak kedodoran dengan kapasitas mesin yang hanya 250 cc.
Fitur & Teknologi
Teknologi yang ditawarkan di Patagonian Eagle tergolong cukup basik alias standar.
Panel instrumen bulat tunggal hanya dilengkapi spidometer, indikator lampu-lampu, dan odometer.
Seperti halnya spidometer, sakelar yang menempel di panelnya pun cukup sederhana.
Terdiri dari engine cut off, tombol starter, tuas lampu, klakson, lampu sein, tombol dim, lampu jauh dekat, dan choke.
Test Ride Suzuki Nex II Ini Ungkap Banyak Plus Minusnya
Karena tidak dilengkapi dengan fuel meter, pengendara harus senantiasa mengecek bahan bakar dengan membuka tutup tangki atau menggoyang-goyangkannya.
Untung saja, Benelli membekali tangki tear drop-nya berkapasitas 14 liter.
Lumayan besar dan jarang isi ulang ketika dipakai turing atau sekedar berkeliling kota untuk melawan ketidakadilan seperti Mandragade hehe.
Patagonian Eagle dibekali dengan mesin 250 cc 2 silinder SOHC 2 klep (total 4 klep) berpendingin udara dengan bantuan oil cooler.
Mesin dengan konfigurasi inline ini memiliki crank 360 derajat, seperti Benellie TnT 250, sehingga suara mesin yang dihasilkan mirip dengan mesin 4 silinder inline.
Oh ya untuk pengabutan bahan bakar, Patagonian Eagle masih menggunakan karburator.
Riding Position & Handling
Ini dia yang menurut kami menjadi selling point, nyemplak di joknya yang lebar dengan busa tebal terasa sangat nyaman.
Bokong dapat di-support secara sempurna, sedangkan kaki dapat menapak dengan bebas karena tinggi joknya cuma 780 mm.
Betah banget kala harus riding membelah macetnya lalu-lintas Ibu Kota yang semerawut.
Sudah Tayang! First Ride Yamaha Freego Yang Baru Meluncur
Dan bikin nyaman saat digunakan turing ke Geopark Ciletuh, Jawa Barat.
Riding position semakin nyaman dengan setang menjulang yang condong ke pengendara.
Plus, footstep model forward control, sehingga kaki dapat berselonjor. Pokoknya tak ada istilah bongkok deh saat mengendarai motor ini!
Saat dipakai meliuk-liuk di melewati Cikidang on the way menuju Ciletuh, motor dengan suspensi depan teleskopik dan suspensi ganda di belakang ini menyajikan sensasi fun to ride.
First Ride TVS Apache RR 310, Rp 49 Juta Istimewa, Ada Yang Enggak Ada Di Motor Lain
Karena terasa ringan karena bobotnya cuma 145 kg dan bikin terlena sampai-sampai footstep sering menyentuh aspal.
Hanya saja tentu handlingnya tidak bisa disamakan dengan motor sport.
Kemudian ada sedikit gejala understeer ketika dipakai menikung ekstrim.
Dan karena wheelbase mencapai 1.460 mm, panjang total 2.180 mm dan sudut belok sedikit, ketika putar balik radius putarnya jadi lebar banget.
Jadi memang paling enak Patagonian Eagle ini digunakan pada kecepatan moderat dengan putaran mesin rendah sambil menikmati perjalanan.
Penumpang juga cukup dimanjakan dengan joknya yang empuk serta sandaran kursi yang bikin rileks.
Mesinnya 2 silindernya menghasilkan tenaga 17,4 dk pada 8.000 rpm dan torsi 16,5 Nm di 6.000 rpm.
Untuk penggunaan sehari-hari tenaganya lebih dari cukup.
Dorongan pada putaran bawah cukup kuat, tapi atasnya terasa biasa saja.
Meski tenaganya terbilang biasa saja, yang bikin istimewa yakni getaran yang sangat halus dan suara knalpotnya yang merdu.
Bikin ketagihan!
Diam-Diam, Tiga Motor Sport Keren Akan Diluncurkan Di Bali
Suaranya yang mirip moge 4 silinder membuat sesama pengguna jalan menolehkan kepalanya setiap motor ini lewat.
Bruuummm...
Catatan akselerasi yang didapat menggunakan Racelogic sejalan dengan tenaga mesinnya.
Mencapai kecepatan 60 km/jam dari keadaan diam membutuhkan waktu 4,3 detik, sedangkan 0 ke 100 km/jam membutuhkan waktu 12,6 detik.
Jika ditelisik, final gear berat, terlihat gir belakang yang tergolong kecil turut berkontribusi pada akselerasinya yang tak terlalu istimewa.
First Ride New Honda CB150R StreetFire, Sekilas Sama Tapi Beda
Hal ini menunjukkan Patagonian Eagle memang lebih enak dibawa santai sambil menikmati perjalanan.
Untuk hasil lengkap akselerasi dapat dilihat pada tabel. Satu lagi catatannya, pindah gigi kadang miss nyangkut, terutama jika menarik koplingnya kurang maksimal.
Padahal handel koplingnya cukup berat, jari tangan kiri lekas pegal jika macet-macetan.
Top speed yang kami dapat mencapai 120 km/jam pada spidometer sedangkan pada Racelogic hanya 117,7 km/jam.
Konsumsi Bensin
Riding dengan kondisi jalan yang beragam, dari macet hingga jalan lengang antarkota, dites oleh rider berpostur 170 cm 56 kg Patagonian Eagle mencatat angka rata-rata sebesar 23,8 km untuk setiap liter bensin RON 92.
Cukup irit untuk motor 250 cc dua silinder yang masih menggunakan karburator.
Kesimpulan
Benelli patut diapresiasi dengan berani menerjunkan varian motor cruiser di tengah pilihan lain di kelas 250 cc.
Menjadi opsi menarik bagi pengendara yang bosan dengan motor sport atau big skutik.
Kendati ada sedikit catatan seperti teknologi yang ketinggalan karena masih karburator.
Data tes:
0-60 km/jam: 4,3 detik
0-80 km/jam: 7,2 detik
0-100 km/jam: 12,6 detik
0-100 m: 7,2 detik (@79,4 km/jam)
0-201 m: 11,3 detik (@96,5 km/jam)
0-402 m: 18,2 detik (@111,0 km/jam)
Top speed di spidometer: 120 km/jam
Top speed di Racelogic: 117,7 km/jam
Konsumsi Bahan bakar rata-rata: 23,8 km/liter
Data spesifikasi:
Tipe mesin: 4 Langkah, 2 Katup SOHC, Berpendingin oli
Susunan silinder: Dua silinder sejajar
Diameterx langkah: 55 x 53 mm
Rasio kompresi: 9,0:1
Volume silinder: 251,8 cc
Daya maksimum: 17,4 dk/8.000 rpm
Torsi maksimum: 16,5 Nm /6.000 rpm
Sistem starter: Electric Starter
Sistem pelumasan: Pressure-splashed
Sistem bahan bakar: Karburator
Tipe kopling: Wet Multi-plate
Tipe transmisi: Manual 5 percepatan
P X L X T: 2.180 x 970 x 1.180 mm
Jarak sumbu roda: 1.460 mm
Jarak terendah ke tanah: 160 mm
Tinggi tempat duduk: 780 mm
Berat kosong: 145 kg
Kapasitas tangki bensin: 14 L
Tipe rangka: Bassinet Type
Suspensi depan: Teleskopik 120 mm travel
Ban depan: 90/90-18
Ban belakang: 130/90-15
Rem depan: Steel Disc 260 mm
Rem belakang: Tromol 130 mm
Suspensi belakang: Twin teleskopik coil spring oil damped 70 mm travel
Sistem pengapian: CDI
Tipe aki: 12 V 9 Ah (12N9-4B)
Editor | : | Iday |
Sumber | : | Tabloid OTOMOTIF |
KOMENTAR