Otomotifnet.com - Pembatasan usia kendaraan di Jakarta, disahkan melalui Undang Undang No. 2 Tahun 2024 tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ).
Yaitu termaktub dalam pasal 24 ayat (2) huruf g, tertulis pembatasan usia kendaraan dan jumlah kepemilikan kendaraan bermotor perorangan.
Tak perlu heran, lantaran pembatasan usia kendaraan merupakan lagu lama yang kembali nyaring terdengar.
Yakni kalau ditarik mundur, sejak era gubernur-gubernur DKI Jakarta terdahulu, pembatasan usia kendaraan lebih dinarasikan sebagai upaya untuk memerangi polusi udara dan kemacetan.
Namun sayangnya, konsep pembatasan kendaraan di Jakarta belum dibarengi sarana transportasi massal yang memadai, dan memanusiakan penggunanya.
Belum lagi soal waktu tempuh transportasi umum yang belum terukur, sehingga masyarakat memilih tetap menggunakan kendaraan pribadi.
Suka atau tidak, naik mobil ataupun motor lebih nyaman dan efektif sebagai sarana mobilitas warga Jakarta.
Mengingat transportasi massal di Jakarta, masih belum bisa mengcover seluruh wilayah, terutama di pemukiman padat penduduk dan wilayah penyangga Jakarta.
Alhasil, kebijakan pembatasan usia kendaraan di Jakarta menuai polemik dari berbagai kalangan. Pro dan kontra masalah klasik ini pun menyeruak.
Sejatinya, perlu disiapkan dulu solusinya agar tak bikin susah masyarakat dalam beraktifitas dan mencari nafkah di Jakarta, terutama pasca tak lagi jadi ibukota Negara.
Baca Juga: Jangan Berburuk Sangka, Ternyata Ini Tujuan Wacana Mobil Rakyat
Ditegaskan oleh Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi. Ia menyikapi UU No. 2 Tahun 2024 soal pembatasan kendaraan bermotor di Jakarta.
Tulus menegaskan seharusnya pemerintah terapkan dulu secara konsisten kebijakan Electronic Road Pricing (ERP) atau jalan berbayar.
"Juga perluas penerapan ganjil genap serta bersinergi dengan jalan tol menerapkan tarif dinamis pada jam jam sibuk," beber Tulus, yang dilansir dari GridOto (3/5/2024).
Masih menurutnya, jika seluruh tindakan tersebut konsisten dan komprehensif diterapkan. Maka tak perlu membatasi usia dan kepemilikan kendaraan bermotor di Jakarta.
Lebih lanjut, Ia juga menyoroti perlu dikaji penerapan ganjil genap motor. "Sepeda motor sudah sangat urgen dilakukan pengendalian dari sisi penggunaan," bilang Tulus.
Menurutnya, hal ini perlu dilakukan lantaran saat ini jumlah kendaraan roda dua sudah mencapai 24 jutaan. "Jadi dalam satu rumah tangga sudah memiliki minimal 4 buah motor," sebutnya lagi.
Baca Juga: Dipandang Sebelah Mata, Inilah Fakta Industri Kendaraan Niaga Sangat Seksi Untuk Digenjot
Alhasil, Ia menyampaikan pembatasan usia dan kepemilikan kendaraan bermotor merupakan opsi paling akhir. "Jika instrumen lain sudah tidak mempan," ujar Tulus.
Masih menurut Tulus, Masyarakat yang keberatan dengan UU DKJ terutama soal pembatasan usia kendaraan bermotor, bisa mengajukan uji materi ke MK (Mahkamah Konstitusi).
"Ajukan uji materi ke MK, karena tidak bisa lagi melakukan sesuatu terhadap undang-undang yang sudah disahkan," imbuhnya.
Editor | : | Panji Nugraha |
KOMENTAR