Tarif Ojek Online Dianggap Mahal, Situasi Dipantau Terus

Irsyaad Wijaya - Minggu, 5 Mei 2019 | 05:00 WIB

Ilustrasi Ojek Online (Irsyaad Wijaya - )

Otomotifnet.com - Ojek daring atau online sudah memiliki ketetapan hukum termasuk pengaturan tarifnya.

Diatur melalui Keputusan Menteri Perhubungan RI No. KP 348 Tahun 2019.

Akibat pengaturan itu sebagian warga mengeluhkan tarif yang dianggap terlalu mahal.

Besaran tarif terbagi menjadi 3 zona, yaitu: zona 1 untuk wilayah Sumatera, Jawa (tanpa Jabodetabek), dan Bali.

(Baca Juga : Landasan Hukum Ojek Online Berlaku, Termasuk Tarif Baru, Ujicoba Lima Kota)

Untuk zona 2 adalah Jabodetabek. Sementara untuk zona 3 adalah Kalimantan, Sulawesi, NTT, Maluku, dan lainnya.

Adapun besaran tarif nett untuk Zona I batas bawah Rp1.850 dan batas atas Rp2.300, dengan biaya jasa minimal Rp7.000-Rp10.000.

Sementara Zona II batas bawah Rp2.000 dengan batas atas Rp2.500, dan biaya jasa minimal Rp8.000-Rp10.000.

Untuk Zona III batas bawah Rp2.100 dan batas atas Rp2.600 dengan biaya jasa minimal Rp7.000- Rp10.000.

(Baca Juga : Resmi! Tarif Ojek Online di Jabodetabek Rp 2.000 per Km, Berlaku Mei)

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan bahwa Kemenhub akan terus memantau dinamika yang terjadi di lapangan.

“Makanya saya hanya tetapkan implementasi biaya jasa di 5 kota. Sekarang kita beri waktu satu minggu kita lihat seperti apa. Setelah itu akan dilakukan evaluasi,” kata Budi Karya.

Selain itu, Menhub mengatakan pihaknya akan membuat survey yang lebih komprehensif.

Baik di masyarakat maupun para pengemudi ojek daring agar diperoleh harga yang sesuai.

Lebih lanjut Menhub mengatakan sebelum ditetapkannya aturan ini Kementerian Perhubungan telah mengadakan pertemuan dengan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengetahui tarif yang sesuai.

“Saat saya menetapkan itu didasarkan oleh perwakilan-perwakilan, perwakilan konsumen, perwakilan pengemudi, perwakilan operator, semuanya ada ini, hasil dari perjumpaan kepentingan, dengan dasar itu kita petakan,” jelasnya.

Penentuan lima kota tersebut merupakan upaya mitigasi risiko dan mitigasi manajemen dalam penerapan regulasi.

Dengan diberlakukannya aturan ini diharapkan akan memberikan payung hukum terutama berkaitan dengan isu keselamatan (safety) ojek daring.