Otomotifnet.com - Impor bahan bakar minyak (BBM) yang makin melejit bakal jadi masalah yang akan membebani ekonomi Indonesia ke depan.
Hal ini disampaikan oleh Deputi I Kepala Staf Kepresidenan, Darmawan Prasodjo.
Menurutnya, sepuluh tahun ke depan impor BBM di Indonesia akan menghambat pertumbuhan ekonomi.
Ini dikarenakan besarnya biaya impor yang terus meningkat serta didukung juga dengan pertumbuhan kendaraan bermotor dari tahun ke tahun.
(Baca Juga: Toyota Perpanjang Garansi Baterai Mobil Listrik Dan Hybrid, Sampai 10 Tahun!)
Darmawan menjelaskan, Indonesia saat ini harus mengalokasikan lebih dari Rp 300 triliun setiap tahun untuk mengimpor minyak mentah maupun olahan.
"Apabila Indonesia mengimpor BBM sebesar Rp 140 triliun saja atau 1 persen dari PDB kita, itu bisa mengurangi satu persen pertumbuhan ekonomi nasional," ujar Darmawan (9/10).
"Kalau impornya sekitar Rp 320 triliun sampai Rp 340 triliun, pengurangannya terhadap pertumbuhan ekonomi sekitar 2,4 persen sampai 2,5 persen,” imbuhnya.
Semula, pemerintah menargetkan pembangunan jalan baru nasional sepanjang 2.600 kilometer, namun realisasinya lebih dari 3.000 kilometer.
(Baca Juga: Mitsubishi Boyong Mobil Listrik i-MiEV ke Sumba, Studi Pengisian Daya Listrik Dari Panel Surya)
Akibatnya, pembelian mobil oleh masyarakat juga mengalami peningkatan.
Situasi ini kemudian mendongkrak konsumsi BBM yang tadinya sekitar 1,4 juta barel per hari, diprediksi 10 tahun dari sekarang bisa mencapai 2,2 juta barel per hari.
“Saya pikir, nanti impor BBM Indonesia tidak lagi Rp 300 triliun per tahun, melainkan meningkat menjadi Rp 1.000 triliun per tahun. Ini bisa mengurangi pertumbuhan ekonomi,” jelas Darmawan.
Ia menambahkan, Presiden Jokowi telah mengantisipasi dan memberikan jalan keluar atas permasalahan itu dengan mengeluarkan Perpres Nomor 55 Tahun 2019 tentang kendaraan listrik.
(Baca Juga: Mitsubishi Jual 'Charger' Mobil Listrik Buat Di Rumah, Pakai Sinar Matahari)
Darmawan menjelaskan, apabila pakai mobil listrik sekelas Toyota Innova, untuk jarak 10 kilometer butuh 2 kWh yang harganya sekitar Rp 1.500 per kWh.
“Sementara kalau pakai mobil bensin, satu liter pertalite sekitar Rp 8.000-an. Jadi biaya pakai mobil listrik lebih murah,” urainya.
Perpres kendaraan listrik yang baru ini menurut Darmawan akan menekankan pemberian keringanan pajak hanya kepada kendaraan yang menggunakan baterai, bukan lagi fokus soal pengurangan emisi.
Artikel serupa dikutip dari Tribunnews.com dengan judul Impor BBM Sentuh Rp300 T, Mobil Listrik Diharapkan Jadi Solusi