"Kami dari sopir ekspedisi Sumba. Kami butuh kapal Egon segera, kami bawa logistik. Kami minta kapal Egon bisa empat kali dalam sebulan," kata Adi.
Sementara itu, Yan Rara Lunggi (25), salah satu sopir truk mengaku terpaksa menjual cincin kawinnya untuk mengirim uang ke Sumba.
Ia sudah hampir dua bulan bertahan di Lombok Barat. Gaji sebulan yang mencapai Rp 3 juta habis untuk memenuhi kebutuhan hidup selama di Lombok.
"Gaji satu bulan untuk makan, dan satu bulan untuk dikirim ke keluarga, tapi masih kurang. Keluarga di Sumba harus terpenuhi kebutuhannya, terpaksa saya jual cincin kawin saya," kata Yan sedih.
Dia mengatakan ke istrinya bahwa belum ada kepastian kedatangan kapal Egon. Hal itu membuat istrinya dengan terpaksa mengizinkan dirinya menjual cincin kawin yang sangat berharga dan sakral bagi pernikahan mereka.
Baca Juga: Sistem Kerja Pengemudi Truk di Indonesia Bikin Haru, BBM Sampai Pungli Ditanggung Sendiri
"Tak ada kepastian kapal Egon membuat cincin perkawinan saya terjual, tapi cinta tak akan saya jual," kata Yan Rara.
Seperti Adi, Yan Rara juga berharap ada kapal pengganti agar mereka bisa segera ke Sumba.
"Harapan kami ketika kapal Egon docking, sebaiknya ada kapal lain yang menggantikan untuk sementara waktu. Karena tak ada kapal pengganti, terjadi penumpukan seperti saat ini," ucap Yan Rara.
"Kami juga kesulitan makanan dan terpaksa menjual barang-barang kami untuk membeli makan dan mengirim uang untuk anak istri di Sumba," kata Yan Rara Lunggi.
Penderitaan belum selesai, sopir truk lain bernama Umbu Domu Ninggedi (43) yang membawa barang bantuan dari gereja untuk korban gempa sempat dimaki-maki pemiliknya.