Pertama, waktu kerja di sektor swasta telah mengacu pada peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
Peraturan ini hanya membatasi maksimum waktu kerja sehari atau seminggu, dengan konsekuensi membayar upah lembur apabila melebihi dari waktu yang telah ditetapkan.
"Peraturan perundangan tidak mengatur saat mulai dan berakhirnya jam kerja setiap harinya. Aturan jam mulai dan berakhirnya kerja merupakan kewenangan perusahaan," ujarnya.
Pada poin kedua dijelaskan, perusahaan menerapkan waktu kerja bagi karyawannya sesuai dengan kebutuhan operasional perusahaan masing-masing.
Ini umumnya diatur dalam peraturan perusahaan (PP) dan/atau perjanjian kerja bersama (PKB), yang merupakan hasil perundingan antara manajemen dan serikat pekerja atau serikat buruhnya.
Poin ketiga adalah pertimbangan dampak penerapan kerja dari rumah atau work from home (WFH) atau kombinasi dengan kerja di kantor yang berlaku pascapandemi.
Kebijakan kerja ini mereka nilai sudah membantu juga mengurangi kepadatan lalu lintas.
”Empat, penyeragaman jam masuk dan pulang kantor perlu dikaji lebih mendalam karena beberapa sektor industri tertentu ada kaitannya dengan jam kerja di luar negeri, seperti bursa efek atau kegiatan ekspor impor, yang melibatkan berbagai institusi, seperti perbankan dan bea cukai,” kata Anton.
Poin kelima, Apindo berharap pemerintah fokus mengembangkan transportasi umum dan prasarananya, baik kuantitas maupun kualitasnya.
”Masyarakat harus didorong untuk dapat menggunakan transportasi umum yang nyaman dan aman,” pungkasnya.
Dirlantas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Latif Usman menilai pengaturan jam masuk kerja pada pagi hari bisa mengurai kemacetan yang biasanya terfokus antara pukul 06.00 dan pukul 09.00 pada hari kerja.
Kemacetan juga tinggi di atas pukul 15.00 saat jam pulang kantor.
Kemacetan tidak hanya bersumber dari pengguna kendaraan pribadi di Jakarta, tetapi juga sekitar 3 juta orang masuk dari luar dan umumnya menggunakan kendaraan pribadi.
Menurut data Kementerian Perhubungan 2019, jumlah kendaraan di Jabodetabek mencapai sekitar 24 juta unit.
Dari jumlah itu, angkutan umum massal baru mencapai 2-3 persen dibandingkan mobil pribadi (23 persen) dan sepeda motor (75 persen).
Baca Juga: Jam Kerja Kantoran di Jakarta Diusulkan Diubah, Kalian Siap?