Hal ini sekaligus sebagai solusi untuk keluar dari jebakan pasar mobil 1 juta unit.
Baca Juga: Gawat, Penjualan Mobil Stagnan 1 Juta, Kemenperin Usulkan Insentif
Mengingat dalam jangka panjang, pertumbuhan ekonomi nasional perlu ditingkatkan menjadi 6% per tahun melalui re-industrialisasi.
Manfaatnya agar porsi sektor manufaktur terhadap PDB bisa mencapai 25-30% atau lebih.
Ini akan mendongkrak pendapatan per kapita kelompok upper middle naik ke kelas affluent.
Adapun solusi dalam jangka pendek, Riyanto menuturkan, pemerintah perlu merilis stimulus fiskal agar kelompok upper middle yang hampir masuk kategori makmur (affluent) dapat membeli mobil baru.
Bentuknya, Ia menambahkan, bisa berupa diskon PPnBM bagi kendaraan LCGC dan low MPV 4x2.
“Pada saat yang sama perlu dirancang program mobil murah atau penyegaran program KBH2 (LCGC),” kata Riyanto.
Masih menurutnya, diskon PPnBM akan mendongkrak penjualan mobil, karena harga turun. Tentu akan turut mendongkrak produksi mobil dan suku cadang.
Imbasnya, terjadi kenaikan PPN, PKB, dan BBNKB. PPh badan dan PPh orang pribadi bakal terdongkrak.
Baca Juga: Penjualan Mobil Baru Keok Dibanding Penjualan Mobkas, Ini Penyebabnya
Selain itu, kenaikan penjualan mobil juga mendongkrak ekonomi nasional, berupa penambahan PDB, tenaga kerja, dan investasi.
Hal ini juga berujung pada peningkatan PPh badan dan PPh orang pribadi.
Hitungan Riyanto, insentif PPnBM 0% untuk LCGC dan kendaraan 4x2 bisa menambah permintaan sebesar 16%, ekuivalen 160 ribu unit.
Dengan demikian, penjualan mobil bisa mencapai 1,2 juta unit, dibandingkan Business As Usual (BAU) sebanyak 1,067 juta unit.
Nilai penjualan mobil dengan insentif PPnBM 0% mencapai Rp 306 trilliun dibandingkan BAU Rp 298 triliun.
Insentif ini juga bakal menambah tenaga kerja di otomotif sebanyak 23.221 dan secara keseluruhan 47.371 orang.